Hingga saat ini, Penyidik Polisi Militer (POM) TNI kata Gatot telah menetapkan tiga orang tersangka dalam perkara tersebut.
"Dari hasil penyelidikan POM TNI bersama-sama KPK dan PPATK terhadap dugaan penyimpangan pengadaan helikopter AW 101 TNI AU, hasil sementara perhitungan ditemukan potensi kerugian negara diperkirakan Rp 220 miliar dengan basis perhitungan saat itu nilai tukar 1 USD Rp 13 ribu," kata Gatot saat konferensi pers di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Jumat (26/5).
Ketiga orang tersangka tersebut adalah Marsma TNI FA yang bertugas pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa, Letkol W sebagai pejabat pemegang kas, dan Pelda S yang diduga menyalurkan dana-dana pengadaan ke pihak-pihak tertentu.
Gatot menjelaskan, penyidikan dimulai dari investigasi yang dilakukan Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) dengan surat perintah pada 29 Desember 2016. KSAU kemudian mengirim hasil investigasi pada 24 Februari 2017.
Tak lama setelah itu, KPK dan POM TNI memeriksa enam orang dari pihak militer dan 7 orang sipil-militer sebagai saksi. Sebagai barang bukti, telah disita uang dari rekening BRI penyedia barang.
"Barang bukti uang yang dapat diamankan atau disita dari pemblokiran rekening BRI atas nama Jaya Mandiri selaku penyedia barang sebesar Rp 139 miliar," imbuh Gatot.
Meski begitu, Gatot yakin masih ada transaksi uang tunai lainnya yang berkaitan dengan kasus itu dan kemungkinan disita sebagai barang bukti.
"Kemudian saya yakin uang-uang tunai lainnya yang disita akan bertambah pasti. Tapi yang sudah berhasil diamankan pemblokiran rekening adalah Rp 136 miliar," tambahnya.
Gatot juga menegaskan bahwa hasil tersebut masih bersifat sementara. Hingga saat ini, KPK, Pom TNI, dan PPATK masih terus melakukan penyidikan.
Ketua KPK, Agus Rahardjo bahkan menyebutkan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru dari pihak swasta dalam proyek senilai Rp 738 miliar tersebut.
[san]