Alasannya, jika BAP tersangka kasus keterangan tidak benar saat persidangan kasus korupsi proyek pengadaan e-KTP itu dibuka, maka dikhawatirkan akan menghambat proses pengusutan kasus tersebut.
"(Jika) dalam rangkaian proses persidangan ini dibuka, maka ada risiko buat bias proses hukum dan bukan tidak mungkin dapat menghambat penanganan kasus, baik untuk MSH atau e-KTP sendiri," ujur Jurubicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/4).
Febri menambahkan, penolakan terkait dibukanya BAP politisi Partai Hanura itu bukan berarti, KPK mengabaikan kewenangan DPR dalam hal pengawasan.
Menurut Febri, permintaan untuk membuka BAP bekas anggota Komisi II DPR itu telah masuk ke ranah proses hukum yang masih berjalan.
"Kami hormati kewenangan pengawasan DPR, namun jangan sampai kewenangan tersebut masuk jauh dan rentan mempengaruhi proses hukum yang sedang berjalan. Kewenangan DPR untuk pengawasan diharapkan tidak masuk dalam persoalan teknis terkait penegakan hukum," ujar Febri.
Usulan dibukanya BAP Miryam diutarakan Komisi III DPR saat rapat dengan pendapat dengan pimpinan KPK pada Selasa (18/4) malam.
Komisi III DPR berdalih permintaan membuka isi BAP Miryam itu sebagai bentuk pengawasan anggota dewan. Mereka ingin menggunakan hak angket agar lembaga antirasuah itu mau membeberkan kesaksian Miryam saat proses penyidikan kasus e-KTP.
Tak hanya itu dari RDP tersebut, Komisi III DPR juga mengusulkan pengajuan hak angket terkait pengakuan Miryam yang menjelaskan adanya tekanan dalam proses pemeriksaan oleh penyidik KPK.
[ian]
BERITA TERKAIT: