Menurutnya, untuk menguasai proyek tersebut, Andi rela mengeluarkan uang ratusan juta rupiah. Salah satu contoh, Andi rela menggaji karyawan PT Java Trade Utama sebesar Rp 5 juta per bulan demi memenuhi hasrat sebagai pemain utama dalam proyek yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Tim tersebut beranggotakan delapan orang.
Selain berani merogoh kocek dalam-dalam, Andi juga menginginkan agar PT Java Trade Utama tetap menjadi bagian dari konsorsium Murakabi. Pasalnya, konsorsium itu dibangun sebagai pendamping dari konsorsium PNRI dan konsorsium Astragraphia dalam proses lelang proyek e-KTP.
"Dia (Andi Narogong) kan memiliki kepentingan menjadi pemenang proyek e-KTP," ujar Johanes saat bersaksi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (20/4).
Di kesempatan sama, Jimmy Iskandar Tedjasusila selaku anggota tim dari PT Java Trade Utama mengaku hampir tujuh bulan dirinya bekerja dalam pemberkasan sebelum pengumuman lelang proyek e-KTP. Selama itu pula Jimmy mendapat gaji Rp 5 juta per bulan.
"Saya tiap bulan naik ke lantai tiga bagian keuangan ambil ke staf Andi, Bu Susi gitu saya lupa," katanya.
Lebih lanjut, Jimmy juga menjelaskan Andi juga mengatur agar menjadi pemenang tender konsorsium PNRI. Untuk memuluskan niat itu dibentuklah konsorsium Astragraphia dan Murakabi. Jimmy tidak membantah pembentukan dua konsorsium itu hanya sebagai pendamping dari PNRI.
"Betul, mendekati pengumuman (lelang proyek) dikumpulkan 10 perusahaan yang kemampuannya bisa jalankan ini. Jadi dipecah tiga, lalu masing-masing konsorsium buat anggotanya. Sebagian besar di Fatmawati masuk ke PNRI, Java trade tidak pernah masuk ke konsorsium," pungkasnya.
[wah]
BERITA TERKAIT: