Menurut Farid, banyak kalangan menilai, KY bisa membatalkan sebuah produk hukum, setelah ditemukannya pelanggaran etik yang dilakukan hakim. KY, sambung Farid hanya memberikan sanksi etik terhadap hakim. Namun pihaknya bisa memberikan rekomendasi untuk mencopot hakim yang kedapatan melakukan pelanggaran etik.
"Saya ingin luruskan pemahaman segelintir orang soal KY, KY lembaga kode etik. Sebagai lembaga etik maka sangksinya sangsi etik dan yang namanya lembaga etik gak ada eksekutorial," ujar Farid dalam diskusi bertema "MA mau kemana?" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (8/4).
Diketahui, kasus salah ketik MA dalam putusan uji materi peraturan DPD nomor 1 tahun 2016 dan 2017 tentang tata tertib DPD berujung pada desakan agar KY mencabut putusan perkara uji materi Peraturan DPD nomor 1 tahun 2017 tentang tata tertib.
Dalam putusan tersebut, MA membatalkan tata tertib DPD tentang pergantian pimpinan Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Dengan putusan itu, pimpinan permanen 5 tahun, bukan dipilih ulang per setengah periode.
Mengejutkan dalam putusan itu terdapat kesalahan fatal di amar putusan. Dalam perkara Nomor 20 P HUM/2017 terdapat kesalahan di amar Nomor 3 yang berbunyi: Memerintahkan kepada Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk mencabut Peraturan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tanggal 21 Februari 2017 tentang Tata Tertib.
Adapun kesalahan lain di Perkara No 38 P/HUM/2016 terdapat kesalahan pengetikan yaitu amar : Memerintahkan kepada ‎pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 1 tahun 2016 tanggal 10 Oktober 2016 tentang Tata Tertib.
[san]
BERITA TERKAIT: