Bahkan, ada yang berencana melaporkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Bareskrim Polri.
Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, mengatakan, bantahan dari orang-orang atau institusi yang diduga terlibat korupsi sudah sering diterima lembaganya.
"Selama 13 tahun KPK bekerja, bantahan dari pihak yang disebut dalam dakwaan sudah sering terjadi," kata Febri di Gedung KPK, Jakarta, Jumat (10/3).
Ia menambahkan, sejumlah nama masuk dalam surat dakwaan bukan tanpa alasan. Penyidik memiliki bukti cukup untuk memasukan mereka. KPK pun tidak bekerja atas dasar bantahan dari sejumlah pihak, melainkan berdasarkan alat bukti dan keterangan dari saksi-saksi yang pernah diperiksa penyidik.
Bahkan, tidak menutup kemungkinan pihak-pihak yang telah melayangkan bantahan menjadi tersangka baru di pengembangan kasus korupsi proyek pengadaan E-KTP. Hal tersebut ditentukan bukti pendukung yang didapat penyidik dalam persidangan perkara korupsi E-KTP.
"KPK tidak tergantung dari bantahan, karena dalam membangun konstruksi dakwaan itu berdasarkan informasi dan bukti awal yang dimiliki KPK," tegasnya.
Ketua Umum Partai Golkar, Setya Novanto, beberapa kali membantah dirinya ikut menerima aliran dana dari korupsi E-KTP. Begitu juga dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey, politikus PDI Perjuangan Arif Wibowo, politikus Golkar Agun Gunandjar dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Sementara, mantan Ketua DPR RI Marzuki Ali memilih untuk melapor ke Bareskrim Polri lantaran namanya disebut sebagai penerima uang korupsi E-KTP.
[ald]
BERITA TERKAIT: