Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Pelapor: Keterangan Ahli Semakin Menyudutkan Ahok

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/zulhidayat-siregar-1'>ZULHIDAYAT SIREGAR</a>
LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR
  • Rabu, 15 Februari 2017, 06:58 WIB
rmol news logo Pelapor kasus penistaan agama yang melibatkan Basuki T. Purnama semakin yakin Gubernur DKI Jakarta tersebut melakukan seperti apa yang didakwakan. Apalagi, setelah beberapa saksi ahli dihadirkan di pengadilan.

"Jadi kami melihat sejauh ini fakta-fakta yang terungkap di persidangan dan keterangan ahli makin memperkuat pemenuhan unsur pidana delik penodaan agama yang dilakukan Ahok sebagaimana Pasal 156a huruf a KUHP," jelas salah seorang pelapor, Pedri, dalam keterangannya (Rabu, 15/2).

"Peristiwa, perbuatan dan pernyataan Ahok yang terjadi tanggal 27 September 2016 di Kep. Seribu tidak terbantahkan lagi. Dan yang terjadi sekarang hanya alibi dan opini yang dibangun Ahok Cs di luar daripada pokok perkara pidananya. Dan masyarakat luas harus tahu hal itu semua," sambungnya.


Pedri mengutip pernyataan para saksi ahli dalam persidangan. Dr. H.M. Hamdan Rasyid (ahli agama) dan AKBP Muhammad Nuh Al-Azhar, M.Sc (ahli digital forensik dari Puslabfor Mabes Polri), Prof. Dr. M. Amin Suma (ahli agama) dan Prof. Dr. Mahyuni (ahli bahasa).

AKBP M. Nuh misalnya, kata Pedri melanjutkan, dengan sangat terang mengatakan bahwa video rekaman pidato Ahok di Kepulauan Seribu tanggal 27 September 2016 itu asli 100 persen, tidak ada editan sama sekali. Tidak ada pemotongan atau pun penambahan. Tidak ada yang hilang dari video itu sedetik pun.

"Ahli dari Mabes Polri ini menganalisis 4 (empat) video yang dijadikan barang bukti. Tiga diantaranya video utuh dengan durasi 1 jam 48 menit lebih, satu video bedurasi 29 detik. Artinya video itu sudah tidak ada keraguan lagi sebagai bukti yang sangat kuat," ungkap Pedri.

Sementara Prof. Dr. Mahyuni menyatakan bahwa penggunaan kata "bohong" bermakna negatif. Dia menegatifkan makna positif dari kata lain. Kata "bohong" melekat pada orang yang mengucapkan, orang yang mendengar dan sumber/alat kebohongan itu.

"Dalam hal ini surat Al Maidah 51 diposisikan Ahok sebagai sumber/alat kebohongan itu. Orang yang mengucapkannya berbohong dan yang mendengar dibohongi. Artinya jelas bahwa dari sisi bahasa Ahok menyebut ayat Al Qur’an sebagai sumber/alat kebohongan, para ulama dan da’i yang menyampaikan berbohong," jelasnya.

Bahkan lebih keras, Prof. Mahyuni dengan analisis keilmuannya menyatakan bahwa pernyataan Ahok itu "pasti disengaja". Karena setiap orang berbicara pasti sudah punya konsep sebelumnya. Mental orang yang berbicara itu sudah meyakini penggunaan kata yang dia ucapkan.

"Ahok sebenarnya melakukan persuasi agar orang memilih dia. Ahli bahasa ini berkesimpulan dengan jelas bahwa ujaran Ahok benar-benar secara eksplisit bermakna penistaan, penodaan dan penghinaan," beber Pedri.  

Di sisi lain ahli agama Dr. Hamdan Rasyid dengan tegas mengatakan bahwa tafsir kata "auliya" dalam surat Al Maidah 51 adalah "pemimpin". Jadi umat Islam dilarang menjadikan Yahudi dan Nasrani sebagai pemimpin. Sekalipun dimungkinkan ada terjemahan lain seperti teman setia, penolong dan sebagainya.

Hamdan menegaskan jika pun diartikan “teman setia”, maka itu lebih tegas lagi, menjadikan Yahudi dan Nasrani teman setia saja dilarang apalagi jadi pemimpin. Prof. Dr. M. Amin Suma juga berpendapat sama.

"Namun titik point penting yang perlu dicatat menurut Prof. M. Amin Suma adalah bahwa yang jadi permasalahan dalam kasus Ahok ini sebenarnya bukan penafsiran kandungan surat Al Maidah 51, tapi lebih pada pernyataan Ahok '…jangan mau dibohongi pakai surat Al Maidah 51 ………., lalu ada lagi kalimat'….dibodohin gitu ya ….' Kalimat itu jelas diucapkan oleh Ahok dan tidak pernah ia bantah sejak persidangan pertama sampai sekarang," demikian Pedri. [zul]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA