Sebab, kasus kekerasan yang dialami jurnalis saat meliput aksi damai tidak hanya terjadi kali ini saja.
Menurut Ketua Umum PWJ Tri Wibowo Santoso, tindakan vandalisme yang diduga dilakukan peserta aksi 112 bukan pertama kali ini terjadi. Sebelumnya, pada November 2016 atau dikenal dengan Aksi Damai 411 dan bulan Desember yang disebut Aksi Damai 212 para rekan jurnalis juga mengalami intimidasi dari massa.
"Kalau polisi tidak melakukan penindakan hukum terhadap pelaku secara cepat dan tegas maka sudah dipastikan intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis di lapangan akan selalu terjadi," jelas pria yang karib disapa Bowo di Jakarta.
Lanjutnya, Indonesia sebagai negara hukum memiliki regulasi kuat untuk melindungi profesi jurnalis. Upaya menghalangi dan mengintimidasi seorang jurnalis saat menjalankan tugasnya bisa dikenakan sanksi pidana penjara dan denda.
"Pers dalam melaksanakan tugas mulianya dilindungi Undang-Undang Pers Nomor 40/1999. Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi petugas pers dalam melaksanakan tugasnya dapat dipidana penjara selama dua tahun atau denda hingga Rp 500 juta," beber Bowo.
Oleh karena itu, pihak kepolisian harus segera menindak dan menghukum pelaku secara maksimal. Agar setiap orang tidak dengan seenaknya mengintimidasi dan melakukan kekerasan terhadap jurnalis yang sedang melaksanakan tugas di lapangan.
"Dan perlu diingat bahwa pers sebagai pilar keempat demokrasi memiliki tanggung jawab penuh menjaga demokrasi secara sehat. Kalau ada pihak yang masih mengintimidasi kerja pers di lapangan berarti anti demokrasi," pungkas Bowo.
[wah]