MA: Debitur Tidak Punya Hak Harta Saat Dilelang

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 06 Februari 2017, 22:58 WIB
rmol news logo Makhamah Agung memastikan bahwa seorang debitur tidak lagi mempunyai hak atas harta benda ketika proses lelang sebagai eksekusi putusan pengadilan niaga terhadap gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dilaksanakan.

"Ketika proses lelang sudah terjadi, debitur tidak punya hak lagi terhadap harta benda miliknya itu. Kalau ada proses lelang itu berarti sudah dalam rangka ekesekusinya," beber Juru Bicara MA Suhadi kepada wartawan di kantornya, Jalan Merdeka Utara, Jakarta (Senin, 6/2).

Hal tersebut dikatakan Suhadi dalam menanggapi persoalan lelang atas aset Panghegar Group yang dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pertengahan tahun lalu. Menurutnya, mengenai gugatan debitur terhadap Pemerintah Kota Bandung harus terlebih dulu melihat posisi tergugat dalam putusan pailit itu.

"Kalau perdata itu kan butuh eksekusi, dan itu tergantung kepada yang menang. Saya kira beda kasusnya jika Pemkot Bandung digugat. Apa posisinya Pemkot Bandung itu di dalam putusan pailit. Itu yang harus dijawab dulu," urai Suhadi.

Diketahui, Pada 9 Januari lalu, Hotel Panghegar menggugat Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bandung ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung karena dianggap mengeluarkan izin kepada pihak lain terkait operasional hotel. Pitra Romadoni selaku kuasa hukum pihak hotel menyebutkan BPPT Kota Bandung telah mengeluarkan izin kepada PT Mitra Karya untuk mengelola dan mengganti nama Hotel Panghegar. Padahal, secara hukum, pengelolaan hotel masih berada di tangan Cecep Rukmana selaku pemilik.

Group Hotel Panghegar milik Cecep Rukmana sendiri yaitu PT Panghegar Kana Legacy dinyatakan pailit pada 2016, setelah sebelumnya gagal mencapai perdamaian dalam proses PKPU. PT Hotel Panghegar sebagai holding dan PT Panghegar Kana Properti sebagai anak perusahaan dalam kondisi tidak mampu bayar utang antara lain pajak pemerintah pusat sejak 2012, pajak pemerintah daerah, Bank Bukopin, Bank BRI, suplier, kontraktor, serta rental guarentee/revenue sharing.

Hotel Panghegar dinyatakan oleh kurator Tonggo Silalahi telah menunggak pembayaran pajak atas hotel dan restoran yang seharusnya dapat dilaksanakan. Tunggakan pajak dari PT Panghegar Kana Properti di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung sejak 2012 mengakibatkan penyitaan bangunan kondotel Grand Royal Panghegar.

Sebelumnya, Bank Bukopin melalui kuasa hukumnya Purwoko mengaku bahwa sebagai kreditur pemegang hak jaminan kebendaan telah memberikan kesempatan berulang kali kepada Group Hotel Panghegar untuk melakukan pelunasan. Di bawah penguasaan tim kurator, Bukopin kemudian melaksanakan lelang eksekusi hak tanggungan terlebih dahulu seluruh harta milik PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti sesuai ketentuan Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Setelah sempat tidak ada penawar pada lelang pertama, akhirnya pada 29 September 2016 peserta lelang yang menyetorkan nilai jaminan hanya satu dan kemudian dinyatakan sebagai pemenang yaitu PT Mitrakarya Niaga Sukses.

Namun, lanjut Purwoko, pihak PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti ternyata mengirimkan somasi dan mendaftarkan gugatan baik kepada kurator dan bank walaupun seluruh proses telah dilakukan sesuai ketentuan. Untuk itu, kurator dan bank menggunakan hak hukum serta mempertimbangkan mengajukan gugatan balik kepada PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti. Gugatan mantan direksi PT Hotel Panghegar dan PT Panghegar Kana Properti disebutkan juga menghambat proses penyelesaian sertifikat Grand Royal Panghegar, sehingga menyebabkan pemilik apartemen dan kondotel tidak mendapat kepastian. [wah] 

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA