Namun sayangnya, perkara tersebut justru berkembang di DPR karena adanya isu persengkongkolan antara kurator PT Meranti Maritime yakni Allova Mengko dan Dudi Pramedi dengan PT Maybank Indonesia selaku kreditur yang memberikan pinjaman utang kepada PT Meranti Maritime.
Mahendradatta selaku salah satu kuasa hukum kurator PT Meranti Maritime menjelaskan bahwa isu persengkongkolan itu sangat tendensius. Serta memutarbalikkan fakta atas proses dan putusan pailit yang telah dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Menurutnya, proses putusan pailit yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Niaga Jakarta Pusat terjadi karena PT Meranti Maritime mengalami kesulitan pembayaran kewajiban kredit kepada Maybank Indonesia, hingga berstatus kredit Macet.
Karena tidak mampu membayar utang, PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari sebagai pemilik mengajukan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) secara sukarela ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, dengan melampirkan proposal perdamaian untuk disetujui oleh para kreditur.
"Bahkan selama proses PKPU, PT Meranti Maritime dan Henry telah diberikan kesempatan untuk melakukan perbaikan atas proposal perdamaian. Dan PKPU telah diperpanjang hingga tujuh kali untuk membahas usulan perbaikan proposal perdamaian tersebut hingga batas waktu yang diatur oleh undang-undang yaitu 270 hari," jelas Mahendradatta dalam keterangannya, Selasa malam (20/12).
Namun, hasil pemungutan suara para kreditur atas proposal perdamaian yang dilakukan pada hari ke 270 tidak mencapai kuorum atau tidak memenuhi ketentuan pasal 281 ayat 1 UUK-PKPU.
"Sehingga, demi hukum, PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari dinyatakan pailit," katanya.
Untuk mengurus harta Henry dan PT Meranti Maritime yang jatuh pailit maka majelis hakim Pengadilan Niaga menunjuk Allova Mengko dan Dudi Pramedi sebagai kurator.
"Sesuai hukum yang berlaku, kurator ditugaskan untuk menangani aset PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari yang telah disetujui oleh hakim pengawas. Dan tugasnya adalah mengelola dan mengurus harta pailit tersebut," papar Mahendradatta.
Dalam proses pailit, seluruh aset atas nama PT Meranti Maritime dan Henry Djuhari berada dalam status sita umum. Hasil penjualan aset akan dibayarkan terlebih dahulu pada negara lalu kepada masing-masing kreditur pemegang jaminan.
"Jadi, tidak ada itu kurator menyita aset PT PANN kemudian diberikan ke Maybank," ujar Mahendradatta.
Dia menambahkan, dalam menjalankan tugas, kurator bertindak secara independen. Dan Maybank Indonesia tidak pernah melakukan campur tangan.
"Kami tegaskan bahwa isu persengkongkolan sangat tendensius untuk mengkambinghitamkan kurator atas perkara kepailitan tersebut," demikian Mahendradatta.
[wah]
BERITA TERKAIT: