Alasan KPK Dan LIPI Luncurkan Naskah Kode Etik Politisi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 24 November 2016, 22:27 WIB
rmol news logo Sebagian besar koruptor yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berpendidikan tinggi. Bahkan dari 600 pelaku korupsi yang ditangkap, 200 pelaku diantaranya berpendidikan magister dan 4 pelaku di antaranya berpendidikan doktor.

Demikian diungkapkan, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi, Laode M. Syarif saat saat membuka peluncuran Produk dan Program Politik Cerdas Berintegritas (PCB), di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Kamis (24/11).

Akademisi dari Universitas Hasanuddin itu juga merasa kaget saat disodori data tersebut. Terlebih para pelaku korupsi sebagian besar juga memiliki akses terhadap kekuasaan dan terafiliasi dengan partai politik.

Menurut Syarif, sebanyak 35 persen dari 600 koruptor yang ditangani KPK merupakan kader partai politik dan dari kasus yang sudah inkrah, 32 persen pelaku merupakan perwakilan partai politik.

"Saya miris melihat kondisi ini, Indonesia, membutuhkan politisi yang baik dan dapat menjadi inspirasi," ujarnya.

Lebih jauh, Syarif menegaskan, partai politik merupakan pilar penting dan strategis dalam kehidupan demokrasi. Sebab, dari sinilah upaya perbaikan pada kualitas orang-orang yang akan mengelola partai dan yang akan menjadi pejabat publik, bisa diwujudkan.

Menurutnya partai politik perlu melakukan terobosan-terobosan dan inovasi baru dalam menjaring anggota, kader, dan para calon pejabat publik.

Hal ini jugalah yang membuat KPK dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) meluncurkan Produk Politik Cerdas dan Berintegritas (PCB), yakni naskah kode etik politisi dan partai politik, serta panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ideal di Indonesia.

Syarif berharap dua naskah ini mampu mendorong iklim politik yang cerdas dan berintegritas. Dengan demikian, politik yang dijalankan politisi mampu memajukan bangsa dan meningkatkan kesejahteraan umum.

Syarif berharap panduan rekrutmen dan kaderisasi partai politik ini dapat diadopsi oleh parpol dalam melakukan perbaikan dan perubahan yang positif atas tata kelola partai politik.

Agar dua naskah ini berjalan efektif, Syarief mensyaratkan kode etik yang disusun LIPI masuk dalam UU tentang Partai Politik.

Selain itu, kode etik dan panduan rekrutmen ini juga menjadi syarat mutlak penaikan bantuan dana politik dari APBN dan menjadi syarat untuk partai politik yang mendaftarkan diri sebagai badan hukum ke Kementerian Hukum dan Ham.

"Selanjutnya ada tekanan masyarakat kepada partai-partai politik agar naskah ini terinternalisasi di dalam jiwa, pikiran dan tindakan para politisi dan partai politik," papar Syarif. [ian]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA