Ketua Presidium Komite Aksi Pemuda untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad), Haris Pratama juga meminta Bareskrim untuk melakukan pemeriksaan terhadap SBY yang juga Ketua Umum Partai Demokrat itu.
"SBY harus segera diperiksa secepatnya," kata dia dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Senin malam (14/11).
Tadi siang, Haris bersama sejumlah aktivis Kamerad juga menyuarakan hal itu langsung di depan kantor Bareskrim Jakarta.
Haris menyesalkan pidato politik sebelum dan sesudah aksi 411 oleh SBY terkesan sangat provokatif. Padahal, selama 10 tahun memimpin Indonesia, sikap santun kerap ditunjukkan oleh SBY.
"10 tahun memimpin, memegang amanah dan tanggung jawab rakyat bangsa dan negara, beliau seharusnya menjadi sosok pemimpin yang harus menjadi panutan oleh para petinggi-petinggi politik," kata dia.
SBY dalam pidatonya sempat mengatakan: tidak mungkin ada rakyat berkumpul hanya untuk happy-happy, jalan-jalan, lama tidak lihat jakarta. Barangkali (pengunjuk rasa datang) karena merasa diprotes dan tuntutannya itu didengar, diabaikan, sampai lebaran kuda masih ada unjuk rasa."
Haris menegaskan, kata-kata tersebut terindikasi kuat merupakan tindakan provokasi yang secara sengaja dilakukan oleh SBY ke masyarakat luas.
Atas tindakan itu, Haris menilai pidato-pidato SBY sebelum dan sesudah aksi 411 itu melanggar Pasal 160 KUHP Juncto Pasal 16 UU 40/2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras, Etnis. Pasal itu ancaman hukumannya paling lama 6 tahun.
"Seharusnya sebagai mantan Presiden, maka SBY sudah seyogyanya membantu pemerintah untuk membuat situasi atau gejolak yang ada sebelum dan sesudah aksi damai umat Islam 4 November 2016 menjadi adem dan damai," tandasnya.
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebelumnya dilaporkan Forum Silaturahmi Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Lintas Generasi ke Bareskrim Polri.
FSA HMI melaporkan Pak SBY karena dianggap (diduga) memberikan provokasi berupa hasutan pada unjuk rasa yang berakhir anarkis, Jumat 4 November lalu.
[sam]
BERITA TERKAIT: