Mantan Dirjen Dukcapil Juga Bungkam Soal Tudingan Nazaruddin

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 12 Oktober 2016, 22:42 WIB
Mantan Dirjen Dukcapil Juga Bungkam Soal Tudingan Nazaruddin
Net
rmol news logo Mantan Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman enggan mengomentari dugaan gratifikasi yang diterima bekas atasannya Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi.

Tersangka korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) itu berkelit bahwa hal tersebut telah masuk substansi masalah, sehingga penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang harus menjawabnya. Dugaan penerimaan gratifikasi oleh Gamawan sendiri tercetus dari pernyataan terpidana kasus korupsi Wisma Atlet SEA Games Palembang Mohammad Nazaruddin saat diperiksa KPK sebagai saksi kasus proyek e-KTP.

"Saya tidak bisa jawab itu karena sudah masuk substansi. Tadi saya hanya diperiksa sebagai saksi," ujar Irman usai menjalani pemeriksaan untuk tersangka Sugiharto‎ di Gedung KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Rabu (12/10).

Diketahui, hari ini, KPK mulai tancap gas memeriksa sejumlah pihak dalam penanganan korupsi pengadaan penerapan KTP elektronik atau e-KTP tahun 2011-2012. Setidaknya ada delapan saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangan. Mereka adalah mantan Mendagri Gamawan Fauzi, PNS BPP Teknologi Meidy Layoodari, PNS Badan Pengkaji dan Penerapan Teknologi Dwidharma Priyasta dan Arief Sartono, Dosen ITB Mochamad Sukrisno Mardiyanto serta mantan anggota DPR RI periode 2009-2014 Chairuman Harahap.

Sudah dua tahun lebih KPK menyidik kasus korupsi pengadaan e-KTP yang telah merugikan negara mencapai Rp 2 triliun. Namun hingga saat ini, lembaga antirasuah baru menetapkan dua orang tersangka, yaitu Sugiharto selaku Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan pada Ditjen Dukcapil Kemendagri yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen proyek e-KTP, serta mantan Dirjen Dukcapil Kemendagri Irman.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dilakukan pada semester I tahun 2012 ditemukan adanya pelanggaran dalam pelaksanaan tender proyek e-KTP, yakni melanggar Peraturan Presiden Nomor 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Pelanggaran tersebut telah berimbas buruk kepada penghematan keuangan negara.

Dalam auditnya, BPK juga menyimpulkan bahwa konsorsium rekanan yang ditunjuk, yakni Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) tidak dapat memenuhi jumlah pencapaian e-KTP tahun 2011 yang telah ditetapkan dalam kontrak. Hal tersebut terjadi karena PNRI tidak pernah berupaya memenuhi jumlah penerbitan e-KTP tahun 2011 sesuai kontrak yang disepakati. Audit BPK menyebut juga terdapat kongkalikong yang dilakukan antara PT PNRI dengan Panitia Pengadaan. Persekongkolan itu terjadi saat proses pelelangan, yakni ketika penetapan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). [wah]  

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA