Ketua Umum AAI, Muhammad Ismak menilai amanat Pasal 17 UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, mengarahkan agar kampus terlibat dalam melahirkan profesi advokat. Keterlibatan dunia pendidikan, menurutnya harus segera diaplikasikan.
"Ini artinya, perlu upaya untuk mengelola profesi ini agar tetap melahirkan advokat yang memiliki integritas dan kapasitas yang mumpuni. Salah satu caraya adalah dengan mengikuti apa yang menjadi ketentuan dalam UU Pendidikan Tinggi," ujar Ismak di Jakarta, Rabu (21/9).
Lebih lanjut Ismak, menilai akibat dikeluarkannya surat edaran Mahkamah Agung Nomor 73/KMA/HK.01/IX/2015 tentang Penyumpahan Advokat, kini bermunculan advokat-advokat instan yang tidak memiliki standarisasi pendidikan profesi sesuai dengan amanat Pasal 2 UU 18/2003 tentang Advokat.
Ismak menyebut, KMA ini memberikan ruang untuk membuka organisasi advokat. Dengan ruang yang begitu besar, maka kata Ismak, sangat mungkin hal ini memunculkan advokat yang lahir secara instan.
Menurut Ismak, pendidikan profesi hendaknya menekankan pemahaman pendidikan profesi sebagai Pendidikan Tinggi di atas level Sarjana (Level 7) dan di bawah Magister (Level 8) sesuai UU 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, Perpres 8/2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Permenristek-Dikti 44/2015 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
"Kita mengimbau para advokat yang lain menahan diri untuk tidak bereuforia dengan mendirikan organisasi baru bahkan melahirkan advokat dengan standarisasi yang tidak jelas," ujarnya.
Lebih lanjut, Ismak menjelaskan, AAI sendiri sedang mengupayakan untuk melaksanakan metode melahirkan advokat berintegritas dan berkapasitas dengan mengajak perguruan tinggi membuka pendidikan profesi advokat dengan bekerjasama dengan Universitas Gajah Mada, Jogjakarta.
"AAI bekerjasama dengan Dikti untuk membenahi pendidikan profesi advokat yang ada sekarang ini," ujar Ismak.
[rus]
BERITA TERKAIT: