"Pemerintah dalam hal kebijakan secara umum sudah sangat serius menangani. Tapi, belum diikuti secara khusus dalam hal teknis penindakan dan penegakkan hukum," ucap anggota Fraksi PDIP Rahmat Hamka, Sabtu (10/9).
Belum optimalnya penindakan, kata anggota DPR dari Dapil Riau ini, terlihat dari pelaku yang ditangkap dalam kasus karhutla. Saat ini, yang banyak ditangkap aparat hukum hanya masyarakat secara perorangan. Sedangkan yang berbentuk korporasi belum kelihatan.
"Untuk hal ini, harus ada sinergitas antarinstansi pemerintah dalam penanganan karhutla. Tidak bisa sendiri-sendiri," ucap anggota Komisi II DPR ini.
Akibat lemahnya penindakan ini, lanjut Rahmat, korporasi pelaku pembakaran hutan tidak takut lagi ke pemerintah. Mereka bahkan berani melawan saat akan ditindak.
"Baru-baru ini kita dipertontonkan aksi arogansi suatu korporasi yang mengarah pada perlawanan terhadap institusi negara," bebernya.
Untuk itu, Rahmat meminta pemerintah tegas. Pelaku pembakar hutan tidak boleh lagi diberi angin. Tak peduli pelaku itu adalah korporasi besar Negara tidak boleh kalah oleh korporasi.
"Hukum jangan hanya untuk (menindak) rakyat jelata yang cuma ingin berladang demi mempertahankan hidupnya. Tapi, ketika berhadapan dengan para konglomerat seolah hukum tak berdaya," kritiknya.
Sebagai langkah awal penindakan, Rahmat meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi kepada para perusahaan perkebunan. Sebab, disinyalir banyak hal yang merugikan negara, baik dari segi luasan kebun yang tidak sesuai perjanjian maupun peruntukan kawasan yang tidak sesuai fungsinya.
"Ini langkah awal dalam rangka penertiban dan penegakan hukum. Langkah ini diharapkan mampu memaksa perusahaan agar ikut terlibat secara aktif dalam penanggulangan karhutla," ujarnya.
Rahmat juga mengharap, pemerintah, baik pusat maupun daerah, tidak hanya bisa melarang membakar untuk membuka ladang khusus bagi masyarakat perorangan yang sudah menjadi tradisi. Tapi, larangan itu harus diiringi dengan program yang dilakukan secara masif tentang cara Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB), baik secara mekanisasi dengan alat berat dan bahan kimia maupun teknologi lainnya yang lebih ramah lingkungan.
"Hal seperti ini belum nampak di lapangan. Sehingga masyarakat menjadi bingung harus bagaimana ketika dilarang (membakar hutan). Padahal, mereka harus segera menanam untuk kebutuhan rutinitas tahunan, baik padi maupun yang lainnya," tandasnya.
[ian]
BERITA TERKAIT: