Menurut Rianto Sihombing selaku ketua umum Arah, ijazah yang dipegang SPS diterbitkan SMA BOPKRI 1 dengan alamat di Jalan Wardani II, Yogyakarta tertera tahun kelulusan 1968.
"Kecurigaan yang mengindikasikan ijazah itu bertendensi kuat palsu dari keterangan beberapa orang saksi mengetahui sosok SPS antara tahun 1966 sampai 1968. Di mana, saat itu, SPS berada minimal di Humbahas dan maksimal di sekitar Kota Medan," beber Rianto dalam keterangannya, Minggu (4/9).
Dia menjelaskan, nama SPS pada ijazah tingkat SD dan SMP berbeda jauh dengan nama yang tertera di ijazah SMA. Begitu juga, tempat kelahiran pada ijazah SD dan SMP tidak sama dengan tempat lahir pada ijazah SMA. Masih ada nama orang tua yang tak sinkron dengan nama orang tua yang bersangkutan.
Rianto mengatakan, saat pencalonan SPS sebagai calon wakil bupati Humbahas tahun 2010 lalu, dugaan ijazah palsu SMA sudah pernah disampaikan ke Polres dan Komisi Pemilihan Umum Humbahas. Namun, pelaporan yang disampaikan tidak diproses lanjut.
"Dugaan pemalsuan ijazah setaraf SMA ini adalah kali kedua, di mana ijazah SMA yang diklaim itu berasal dari Yogyakarta. Dugaan pemalsuan yang tetap menjadi buah bibir sampai sekarang pertama kali dilakukan mantan Gubernur Sumut Rudolf Pardede," jelasnya.
Untuk itu, Arah berharap agar jajaran Polda DIY dapat menindaklanjuti laporan dengan menelusuri dugaan ijasah palsu tersebut. Jika terbukti palsu, mereka merasa malu memiliki pemimpin yang membohongi rakyatnya.
"Kami mohon pada Bapak Kapolda agar sudi kiranya melakukan upaya penegakan hukum terkait dengan dugaan tindak pidana pemalsuan atas terbitnya ijazah tersebut," ujar Rianto.
Laporan yang disampaikan pada Sabtu kemarin (3/9) diterima kepala Siaga B. Polda DIY Kompol Eko Raharjo. Dikatakan, polisi akan menindaklanjuti laporan dengan menerjunkan tim dan mencari fakta dugaan ijazah palsu tersebut.
"Kita juga sudah sertakan dokumen-dokumen pendukung. Semoga kasus ini terungkap benar tidaknya ijazah palsu," tegas Rianto.
[wid]
BERITA TERKAIT: