Keterangan Prof. Laica Kuatkan PPP Djan Faridz, Lemahkan Menteri Yasonna

Tegaskan Semua Pihak Patuhi Putusan MA

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Rabu, 31 Agustus 2016, 21:31 WIB
Foto: Net
rmol news logo Sidang lanjutan gugatan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz terhadap keputusan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly kembali digelar di PTUN, Jakarta, Rabu (31/8). Sidang tersebut, menghadirkan Profesor Laica Marzuki sebagai ahli.

Ketua tim kuasa hukum DPP PPP, Humphrey Djemat menceritakan kembali kepada redaksi soal pemaparan Prof. Laica dalam sidang itu.

Prof. Laica, kata Humphrey, menegaskan bahwa putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung wajib dipatuhi semua pihak, termasuk Pejabat Tata Usaha Negara.

"Bahwa ahli menegaskan perselisihan suatu partai tunduk kepada Pasal 33 UU 2/2011 tentang Partai Politik dan hasil akhirnya berupa Putusan Mahkamah Agung yang berkekuatan hukum tetap," jelas dia.

Dua Putusan MA yang berkekuatan hukum tetap, yakni Putusan Kasasi PTUN Nomor 504 yang isinya antara lain menyatakan secara tegas telah mencabut susu­nan kepengurusan PPP kubu Romahurmuziy.

Dan untuk perkara perselisi­han internal PPP sendiri pa­da Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah diputus juga oleh Mahkamah Agung pada tingkat Kasasi yakni Putusan Nomor 601 yang isinya antara lain menyatakan bahwa kepengurusan DPP PPP yang sah adalah susunan kepengurusan hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya Djan Faridz dan Sekretaris Jenderal Dimyati Natakusuma.

Putusan itu juga menyatakan Kepengurusan hasil Muktamar Surabaya adalah tidak sah dan batal demi hukum dengan segala akibat hukumnya.

Humphrey melanjutkan, dalam sidang itu, Prof. Laica juga memaparkan bahwa menteri terkait, dalam hal ini Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, juga harus tunduk pada putusan MA dalam mengesahkan suatu kepengurusan partai.

Selain itu, apabila menteri akan melakukan diskresi seperti memediasi islah juga tetap harus mengacu kepada Putusan Mahkamah Agung.

"Bahwa sengketa Parpol yang masuk ke ruang Perdata Khusus tetap melekat asas erga omnes karena Menteri berwenang sebagai pengesah kepengurusan Parpol," jelas Humphrey menceritakan kembali paparan Prof. Laica.

"Bahwa setiap produk KTUN yang bertentangan dengan Putusan Mahkamah Agung menyebabkan batal demi hukum."

Di bagian akhir, Humphrey menyatakan bahwa keterangan Prof. Laica sangat menguatkan dalil-dalil gugatan yang diajukan oleh pihaknya.

"Keterangan Prof. Laica telah meluruskan kembali mengenai sengketa a quo yaitu kunci penyelesaian sengketa adalah Putusan Mahkamah Agung (MARI No. 601)," demikian Humphrey. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA