Dua Petinggi PT Brantas Dituntut 4 dan 3,5 Tahun Penjara

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Senin, 22 Agustus 2016, 19:22 WIB
Dua Petinggi PT Brantas Dituntut 4 dan 3,5 Tahun Penjara
Net
rmol news logo Dua terdakwa pemberi suap dalam pengamanan perkara PT Brantas Abipraya dituntut empat tahun dan 3,5 tahun penjara.

Direktur Keuangan PT BA Sudi Wantoko dan Manajer Pemasaran PT BA Dandung Pamularno terbukti melakukan percobaan penyuapan terhadap Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Jakarta Tomo Sitepu. Selain pidana kurungan, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi juga menuntut Sudi membayar denda sebesar Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan. Sementara Dandung dituntut membayar denda sebesar Rp 150 juta subsider empat bulan kurungan.

"Meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana empat tahun penjara kepada terdakwa Sudi Wantoko dan hukuman pidana 3,5 tahun penjara kepada terdakwa Dandung Pamularno," kata Jaksa Irene Putrie di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (22/8).

Kedua petinggi perusahaan plat merah itu dinilai terbukti berniat atau merencanakan penyuapan sebesar Rp 2 miliar dari Rp 2,5 miliar yang dijanjikan kepada pimpinan Kejati DKI. Uang suap sedianya diberikan untuk menutup penanganan perkara korupsi anggaran iklan PT BA di Kejati DKI tahun 2011.

"Terdakwa satu dan dua telah memiliki niat memberikan uang guna menghentikan penyelidikan penyimpangan dana PT BA. Sehingga unsur niat melakukan kejahatan telah terpenuhi," ujar Jaksa.

Jaksa menilai, keduanya terbukti m‎elanggar Pasal 5 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Jaksa menjelaskan, Sudi dan Dandung sudah sepakat memberikan uang suap kepada Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang dan Aspidsus Kejati DKI Tomo Sitepu. Uang suap Rp 2 miliar diberikan melalui perantara bernama Marudut Pakpahan yang merupakan terdakwa ketiga dalam kasus ini.

Dalam pertimbangannya, Jaksa menilai kedua terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi. Khususnya Sudi sebagai orang yang memiliki otoritas dengan jabatannya selaku direktur keuangan untuk melakukan pencegahan terhadap Dandung.

"Terdakwa satu justru melakukan perbuatan tersebut," ujar Jaksa.

Diketahui, Kejati DKI memang tengah menangani perkara PT BA pada 2011 terkait dugaan penyelewengan anggaran untuk keperluan iklan atau pemasaran. Namun proses hukum yang dilakukan Kejati DKI baru dimulai pertengahan Maret 2016. Kasus suap penanganan perkara PT BA di Kejati DKI terkuak saat KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Sudi Wantoko, Dandung Pamularno, dan Marudut pada 31 Maret 2016 di sebuah hotel di kawasan Cawang, Jakarta Timur.

Tindakan suap berawal saat Kejati DKI memanggil beberapa staf PT Brantas Abipraya untuk diperiksa. Beberapa hari kemudian, para staf perusahaan plat merah tersebut melaporkan kepada direktur keuangan bahwa dirinya juga akan dimintai keterangan oleh Kejati DKI sebagai pihak yang diduga pelaku tindak pidana korupsi.

Sudi yang merasa kasus tersebut telah sampai pada tahap penyidikan kemudian meminta Manajer Pemasaran PT BA Dandung Pamularno untuk mencari cara agar penanganan kasus di Kejati DKI dihentikan. Menindaklanjuti permintaan itu, Dandung menawarkan agar persoalan diselesaikan melalui temannya bernama Marudut yang dekat dengan Kepala Kejati DKI Sudung Situmorang.

Dengan adanya permintaan dari kedua petinggi PT. Brantas Abipraya, Marudut menemui Sudung dan Aspidsus Tomo Sitepu, di kantor Kejati DKI. Mendapat laporan adanya permintaan uang dari Marudut, Sudi menyetujui dan meminta Dandung untuk mengambil uang dari kas PT BA sebesar Rp 2,5 miliar.

Pada 31 Maret 2016, Dandung menyisihkan uang Rp 500 juta dari Rp 2,5 miliar dan menyimpannya di dalam laci meja kerja. Uang tersebut untuk membiayai makan dan golf dengan Sudung. Sementara uang Rp 2 miliar segera diserahkan kepada Marudut untuk diteruskan kepada Sudung dan Tomo. Setelah menerima uang, Marudut menghubungi Sudung dan Tomo untuk menyerahkan uang di kantor Kejati DKI.

Sudung melalui pesan singkat (BBM) kemudian melarang Marudut untuk datang lantaran mendapat informasi yang tidak sedap akan dirinya. Alhasil, dalam perjalanan Marudut ditangkap oleh petugas KPK. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA