Mereka berharap Kepolisian dan Kejaksaan berbenah diri agar kejadian buruk yang mereka alami tidak terulang.
Pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Bunga Siagian menuturkan, dua korban salah tangkap, Andro dan Nurdin, mendapat banyak penyiksaan saat keduanya diÂpaksa mengaku telah melakukan pembunuhan terhadap Dicky Maulana di kolong jembatan Cipulir, Jakarta Selatan.
"Keduanya dipaksa mengaku telah membunuh, dalam pemeriksaan Kepolisian keduanya disiksa dengan cara dipukuli, ditendang, hingga ditelanjangi," ujarnya, di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Jakarta.
Proses hukum kasus salah tangkap ini berlansung panÂjang. Meski kalah di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pihak Andro dan Nurdin dimeÂnangkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta.
Beberapa waktu lalu mereka mendapat kabar bahwa kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum ditolak oleh Mahkamah Agung. Hal ini menegaskan bahawa Andro dan Nurdin meÂmang korban salah tangkap.
"Berdasarkan PP no. 92 tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas PP no. 27 tahun 1983 tenÂtang Pelaksanaan KUHAP, maka Andro dan Nurdin berhak atas ganti rugi dari negara," kata Bunga.
Untuk menuntut ganti rugi tersebut, pihaknya akan mengÂgugat Kepolisian dan kejaksaan karena telah melakukan tindakan salah tangkap dan peradilan sesat.
Meski PP 92 tersebut menyaÂtakan kerugian yang ditanggung negara maksimal Rp 300 juta, Bunga menekankan kerugian yang dialami Andro dan Nurdin justru lebih besar.
"Ada kerugian atas penghasilan yang hilang selama 11 bulan keduanya ditahan, orang tuanya juga harus mengeluarÂkan biaya besar saat mereka di penjara," ungkapnya. Tak hanya itu, Nurdin juga diceraikan istrinya lantaran dia masuk penjara.
Bunga menuturkan, selain meÂmenuhi hak-hak korban pemerÂintah harus segera membenahi Kepolisian dan jaksa. Selama ini banyak kasus salah tangÂkap yang terjadi karena dalam mengungkap kasus polisi hanya berpegangan pada pengakuan tersangka.
"Memang KUHAP tidak menÂgakomodir jaksa sebagai penÂguasa perkara, kami berharap poin ini dapat menjadi perhatian dalam revisi KUHAP nantinya," tandasnya.
Ibu Andro, Marni, menuturkan selama anaknya ditahan dirinya mengalami banyak kerugian. "Saya butuh kesana sini, harusÂnya saya jualan jadi tidak bisa jualan, belum lagi saya harus keluar biaya untuk membesuk Andro di tahanan," katanya. Untuk sekali membesuk saja dia harus membayar Rp 150 ribu.
Dia mengeluhkan, di tahanan Andro malah disiksa, bukan dibina seperti yang dikatakan polisi. Makanan yang dia kirimÂkan ke Andro ternyata diambil oleh oknum-oknum petugas. "Kita tidak berbuat banyak karena kita miskin, saya suÂdah bilang anak saya tidak bersalah eh malah saya yang ditantang lapor ke mana saja," sebutnya. ***
BERITA TERKAIT: