Caranya, korps baju coklat harus profesional dalam melaksanakan tugasnya. Jika tidak, maka investor asing bakal kapok dan tak mau berinvestasi di Indonesia.
Hal itu dikatakan anggota Komisi III DPR, Marsiaman Saragih menanggapi pengaduan anggota masyarakat bernama Paulus Harun Abidin.
"Dalam memproses suatu pengaduan, polisi harus mendengar kedua pihak (pengadu beserta saksi dan teradu), baru menarik kesimpulan," kata Marsiaman kepada wartawan di gedung DPR, Kamis (9/6).
Harun Abidin diduga telah memberikan kesaksian palsu, mencemarkan nama baik Cedrus Investment dengan bekerja sama dengan petinggi PT Cakta Mineral Tbk (CKRA) agar agunan (saham CKRA) tidak bisa dicairkan oleh kreditur (Cedrus).
Harun Abidin dikabarkan tidak mau membayar pinjaman dan malah mengadukan Cedrus Investment ke Mabes Polri dengan alasan penipuan. Tanpa mendengar Cedrus, Polri langsung membekukan agunan (saham CKRA).
Tindakan Harun Abidin yang malah mengadukan Cedrus, telah diadukan balik di Mabes Polri. Di Cayman Island, dan di sejumlah negara yang ada asosiasi terkait Harun Abidin, mewajibkan dia mengembalikan pinjaman.
"Semestinya, pihak teradu harus didengar terlebih dahulu. Apabila bukti memang kuat, bahkan teradu bisa menjadi tersangka. Tidak bisa ujug-ujug penyidik (Polri) membekukan agunan tanpa memanggil pihak teradu, jelas melanggar aturan. Polri harus menyadari, praktik demikian menurunkan peringkat investasi kita," katanya.
Marsiaman mengingatkan, pemerintah tengah berupaya meningkatkan peringkat investasi tahun 2017 dari peringkat 119 menjadi 40.
Untuk itu, dia meminta agar petinggi Polri segera meneliti penanganan kasus Harun, apakah sudah benar atau tidak. Jika terjadi kekeliruan, Polri jangan sungkan untuk mengakui kekeliruan, dengan melaksanakan penyelidikan sesuai hukum.
Kita harus mendukung tekad pemerintah untuk meningkatkan peringkat investasi. Ini pekerjaan bersama semua instansi, di mana dukungan Polri sangat dominan agar melaksanakan hukum secara adil," demikian Marsiaman
.[wid]
BERITA TERKAIT: