Tergugat terbukti melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mengeluarkan Surat Peringatan dan Surat Keputusan Mutasi yang tidak berdasar dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Alhamdulillah menang di PTUN. Ini jadi pembelajaran sangat berharga bagi semua orang. Bahwa tidak ada satu orang pun di muka bumi ini yang berhak bertindak sewenang-wenang atas orang lain. Siapapun dan apapun jabatannya," kata Devfanny kepada redaksi, Rabu (8/6).
Menurut Devfanny, tindakan tergugat sudah di luar batas kewajaran. Khususnya, terkait hubungan antara atasan dan bawahan.
Keputusan sepihak tersebut, lanjutnya, tidak menunjukkan profesionalitas akademisi kampus sekaliber UI.
"Apalagi di lingkungan akademisi sekaliber UI. Seharusnya semua putusan yang dikeluarkan oleh pejabatnya sudah mempertimbangkan segala aspek," tegas Devfanny.
Dalam sidang yang diketuai oleh Hakim Edi Septa Surhaza, SH, MH. tersebut, memutuskan untuk mengabulkan gugatan penggugat yang telah didaftarkan sejak 7 Januari 2016 di PTUN, Jakarta Timur.
Dalam sidang pembacaan putusan terebut, tergugat hanya diwakili oleh dua dari lima kuasa hukumnya, Puti Sheila, SH, MKn. dan Abdul Rahman Lubis, SH, MH.
Untuk diketahui, tergugat telah melakukan tindakan pemecatan secara lisan dan sepihak terhadap penggugat, 13 Agustus 2015 lalu.
Gugatan tersebut diajukan, setelah permohonan mediasi dan perdamaian yang diajukan penggugat tidak direspon tergugat.
Penggugat akhirnya mengajukan gugatan ke PTUN sebagai upaya administratif untuk mendapatkan keadilan.
[zul]
BERITA TERKAIT: