Pemanggilan Siti untuk menggali keterlibatan pihak lain yang menerima suap pengamanan perkara korupsi honor Dewan Pembina RS Dr. Muhammad Yunus (RSMY), Bengkulu tahun anggaran 2011 dengan terdakwa mantan Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSMY, Edi Santoni serta mantan Kabag Keuangan RSMY, Syafri Safeii.
"Jika memang dibutuhkan keterangannya yang terkait dengan kasus ini, yang bersangkutan bisa dimintai keterangan," kata Plh Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati saat dikonfirmasi, Selasa (31/5).
Menurut Yuyuk, lewat pemeriksaan, pihaknya bakal mendalami peran Siti yang diduga tahu banyak soal penanganan perkara korupsi tersebut. Mengingat perkara korupsi di RSMY itu berujung rasuah dengan komitmen suap Rp1 miliar. "Nanti didalami (keterlibatan Hakim Siti) lewat pemeriksaan," tutup Yuyuk.
Diketahui Siti merupakan salah satu majelis hakim yang menangani kasus korupsi honor Dewan Pembina RS Dr. Muhammad Yunus (RSMY), Bengkulu tahun anggaran 2011 bersama dengan Ketua Pengadilan Negeri Kapahiyang, Bengkulu Janner Purba, Hakim Hakim Adhoc Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Bengkulu Toton.
Janner dan Toton dicokok dalam oprasi Tangkap Tangan KPK lantaran diduga menerima suap dari dua terdakwa, yakni Edi dan Syafri.
Selain Janner dan Toton, KPK juga menciduk Edi, Syafri sebagai pemberi suap serta Panitera Pengadilan Tipikor Bengkulu, Badaruddin Amsori Bachsin alias Billy.
Mereka berlima pun kini sudah ditetapkan sebagai tersangka. Janner, Toton dan Badarudin disangka sebagai penerima suap. Sementara itu, Edi dan Syafri selaku terdakwa perkara korupsi yang terjadi di RS M Yunus itu disangka sebagai pemberi. Uang yang diberikan keduanya sebesar Rp650 juta dari yang dijanjikan Rp1 miliar.
Perkara dugaan korupsi honor Dewan Pembina RSMY Bengkulu ini bermula saat Junaidi Hamsyah menjabat Gubernur Bengkulu periode 2012-2015 mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur nomor Z.17XXXVIII tentang Tim Pembina Manajemen RSMY Bengkulu. SK itu diduga bertentangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 61 Tahun 2007 mengenai Dewan Pengawas.
Berdasarkan Permendagri tersebut, Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) tidak mengenal tim pembina. Akibat SK yang dikeluarkannya, negara disinyalir mengalami kerugian sebesar Rp 5,4 miliar.
Kasus itu pun bergulir ke persidangan di Pengadilan Tipikor Bengkulu dengan terdakwa Syafri dan Edi. Dalam persidangan perkara tersebut, PN Bengkulu kemudian menunjuk tiga anggota majelis hakim, yakni Janner, Toton, dan Siti Insirah.
[zul]
BERITA TERKAIT: