Kabar yang beredar, DWP disebut-sebut dilindungi pimpinan Fraksi PDI Perjuangan inisial B dan U. Sebab, DWP yang akan dipindah dari Komisi V tidak pernah terjadi lantaran adanya ‘beking’ dari B dan U.
"KPK masih melakukan berbagai pengembangan untuk menemukan tindak pidana korupsi lainnya. Artinya, tidak hanya di Komisi V DPR, fraksi-fraksi di Senayan pun akan didalami, termasuk di Fraksi PDI Perjuangan," kata Jurubicara KPK Yuyuk Adrianti saat dihubungi wartawan menanggapi peran fraksi dalam kasus suap proyek jalan di Maluku Utara.
Ditanya soal adanya surat perintah penyidikan (sprindik) tersangka baru, Yuyuk mengatakan, hingga kini belum ada sprindik baru.
"KPK masih mendalami semua keterangan saksi-saksi dalam kasus suap ini. Yang jelas kasus ini terus dikembangi, termasuk ke fraksi-fraksi di Senayan," ujar Yuyuk.
Seperti diketahui, jejak DWP dalam proyek proyek infrastruktur bukanlah pemain baru. Pasalnya, ia sempat tersangkut kasus Pemadam Kebakaran (Damkar) di Bengkulu, pada 2008. Kala itu, Pemkot Bengkulu berencana membeli satu unit mobil damkar dengan pagu Rp 1,73 miliar.
DWP saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Adi Reka Tama, pemenang tender yang direkayasa. Berdasarkan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Perbankan (BPKP) Bengkulu, pengadaan Damkar jelas ada kerugian negara. Di mana, Pemkot Bengkulu membeli damkar dari Adi Reka Tama seharga Rp1,53 miliar. Padahal, PT Adi Reka Tama membelinya dari PT Ziegler Indonesia seharga Rp1,18 miliar, artinya, kemahalan pembelian sekitar Rp 356 juta.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan beberapa orang tersangka. Tiga di antaranya adalah DWP dari Fraksi PDIP, Budi Suprianto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi Partai Amanat Nasional.
Selain itu, KPK juga telah menetapkan Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara, Amran HI Mustary sebagai tersangka dan Abdul Khoir selaku pemberi suap.
[wid]
BERITA TERKAIT: