"Meskipun masih bimbang, argumentasi Teten menunjukkan seolah urusan penyelesaian pelanggaran HAM bukanlah hal utama yang menjadi prioritas Presiden Jokowi," kata dia melalui pesan elektronik kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Kamis (31/3).
Hendardi menilai pernyataan Teten seperti yang dimuat koran berbahasa Inggris
The Jakarta Post edisi hari Rabu kemarin (29/3), keliru. Teten menyampaikan masalah penyelesaian kasus pelanggaran HAM dengan perumpaman jika perut kenyang maka urusan akan selesai. Sementara jika perut lapar, maka kekacauan akan terjadi.
"Argumentasi seperti itu keliru karena atas nama menciptakan kesejahteraan lantas urusan HAM masa lalu dinegasikan," ulas Hendardi.
Lebih lanjut dikatakan Hendardi, dua tahun berjalan semestinya waktu yang cukup bagi kepemimpinan Jokowi untuk mengambil sikap terkait isu HAM masa lalu.
Di tengah ketidakpercayaan publik pada skema yang digagas oleh Menkopolhukam dan Jaksa Agung dengan membentuk Tim Gabungan unsur-unsur institusi negara yang sebenarnya bagian dari masalah, Hendardi mengusulkan agar sebaiknya Jokowi membentuk Komisi Kepresidenan Pengungkapan Kebenaran dan Pemulihan Korban.
Komisi ini diisi orang-orang yang kredibel, berintegritas, dan teruji pada pembelaan HAM.
"Komisi ini merupakan jawaban atas kebuntuan penyidikan atas kasus pelanggaran HAM," tukasnya.
[dem]
BERITA TERKAIT: