"Kita sepakat untuk revisi terbatas, terkait dengan besaran jumlah ganti rugi, karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman," ungkap Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma kepada Kantor Berita Politik RMOL saat dihubungi, Jumat (2/10).
Selain itu, papar Alvon, pihaknya juga merekomendasikan limit atau batasan waktu untuk proses gugatan kesalahan hukuman dan batas waktu pencairan dana ganti rugi diperpanjang. Sebab dalam pengalamannya, pencairan dana tidak dikeluarkan karena lamanya proses birokrasi
"Ada seseorang yang mau mengajukan tuntutan cuma nggak berani, dan tiba-tiba waktu pengajuan sudah habis. Ada juga permasalahan tentang, sudah menang dan pencairan dana ganti rugi itu bisa sampai tiga bulan. Itu sangat birokrasi, titipkan ke hakim, hakim menyerahkan, atau di kepanitraan, jadi korban tidak bersalah bisa langsung tau, Ini harus dipertimbangkan kembali," urainya
Terkait besaran ganti rugi, Alvon memberikan usulan bahwa nominal ganti rugi dihitung berdasarkan kebutuhan dasar seseorang untuk bisa hidup. Dari sana juga diukur kompensasi kerugian kepada seseorang yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
"Jadi nominalnya itu dilihat dari kebutuhan dasarnya, baru diukur kompensasi berapa lama dia dijadikan tersanga dan ditahan. Selain itu juga harus ada permohonan maaf dari penyidik dikarenakan tindakan ketidakprofesionalnya yang dilakukan. Itu harus masuk ke immateril," tutup Alvon.
[wid]
BERITA TERKAIT: