Pasal 32 UU KPK Alat untuk Menyerang Balik Agenda Pemeberantasan Korupsi

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 11 Juni 2015, 05:13 WIB
Pasal 32 UU KPK Alat untuk Menyerang Balik Agenda Pemeberantasan Korupsi
saldi isra/net
rmol news logo Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas Prof Saldi Isra menilai Pasal 32 ayat 2 UU KPK adalah alat untuk menyerang balik agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.

Hal ini didasari kian banyaknya pejabat pemerintahan, termasuk pimpinan lembaga penegak hukum yang kasusnya ditangani oleh KPK.

"Sebagai penegak hukum, sangat mungkin penyidik kepolisian mengunakan pasal tersebut untuk melemahkan pimpinan KPK, agar berhenti sementara dari jabatannya," kata Saldi saat memberikan keterangan dalam sidang lanjutan uji materi mengenai pasal pemberhentian sementara pimpinan KPK di Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Rabu (10/6).

Lebih jauh, Saldi mengatakan tidak hanya sebagai alat untuk menyerang balik, Pasal 32 tersebut merupakan celah bagi pimpinan lembaga antirasuah itu bisa dikriminalisasi pihak tertentu. Sebab, dalam pasal itu tidak menjelaskan kualifikasi kejahatan apa saja yang dapat memberhentikan pimpinan KPK jika benar-benar dilakukan.

"Kan jelas jika tidak ada kualifikasi atau batasan, maka ini menjadi celah bagi pimpinan KPK atau komisioner untuk dikriminalisasi. Karena dalil kejahatannya bisa saja dicari-cari," pungkas Saldi.

Diketahui, sidang uji materi UU KPK tersebut dimohonkan oleh Forum Kajian Hukum dan Konstitusi (FKHK) dan Gerakan Mahasiswa Hukum Jakarta (GMHJ). Mereka menggugat UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi terkait ketentuan pemberhentian sementara pimpinan KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka mengajukan uji materi Pasal 32 ayat 1 huruf c dan ayat 2 UU KPK yang menyatakan pimpinan KPK berhenti atau dapat diberhentikan menjadi terdakwa akibat melakukan tindak pidana .

Mereka juga menilai Pasal 32 ayat 1 huruf c UU KPK telah melanggar amanat dari Pasal 28D ayat 1 UUD 1945 terkait dengan asas praduga tak bersalah. Pemohon juga berpendapat Pasal 32 ayat 1 huruf c UU KPK tidak menyebutkan secara rinci tindak pidana seperti apa serta waktu terjadinya tindak pidana yang dapat membuat pimpinan KPK diberhentikan.

Gugatan tersebut dilatarbelakangi dua pimpinan KPK Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Mabes Polri, sehingga diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo. Keduanya diberhentikan sebelum menjalani proses pembuktian di persidangan. [rus]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA