PMHI mendaftarkan permohonannya itu ke MK Senin kemarin (18/5). Ketua PMHI Fadli Nasution, SH, MH yang langsung mendaftar gugatan tersebut.
Fadli menjelaskan tentang pengujian Pasal 158 ayat (1) dan (2) UU Pilkada yang bertentangan dengan Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 18 ayat (4), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28I ayat (1), Pasal 28I ayat (2) dan Pasal 28I ayat (5) UUD 1945.
Di dalam Pasal 158 UU Pilkada itu diatur tentang adanya batasan bagi peserta Pilkada untuk dapat mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara di MK. Pembatasan tersebut mengacu pada jumlah penduduk di suatu daerah pemilihan dengan persentase selisih hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh KPUD.
"Dengan adanya aturan itu, tidak semua perselisihan hasil penghitungan suara Pilkada bisa diuji ke Mahkamah Konstitusi," ujar Fadli kepada redaksi pagi ini (Selasa, 19/5).
Sebelum adanya aturan itu, lanjut Fadli, selama mengadili perkara Pilkada sejak 2008 sampai 2014, MK telah memutus 698 perkara PHPU Pilkada. Tidak ada pembatasan bagi siapapun calon Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang dinyatakan kalah oleh KPUD untuk mengajukan permohonan perselisihan hasil Pilkada ke MK. Bahkan dalam pertimbangannya, MK juga menilai apabila terjadi pelanggaran yang bersifat terstruktur, sistematis dan masif yang mempengaruhi hasil penghitungan suara Pemilukada.
"Dalam mengajukan permohonan pegujian Pasal 158 UU Pilkada ini, PMHI selaku Pemohon memberikan kuasa kepada para Advokat dari Law Office Lubis-Nasution & Partners dan Organisasi Advokat Indonesia (OAI)," terang Fadli.
[rus]
BERITA TERKAIT: