Pakar Hukum UI: Penjaminan Ermawan Sesuai Aturan Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Kamis, 08 Januari 2015, 16:31 WIB
rmol news logo Ketua Bidang Studi Hukum Administasi Negara (HAN) Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), Dian Puji N Simatupang berpendapat, penahanan kota dengan uang penjaminan PLN terhadap Ermawan AB (EAB), terdakwa perkara tuduhan korupsi Flame Tube PLN Belawan, sah dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Seperti diketahui, Mantan Direktur Utama PLN memberikan jaminan pengalihan penahanan EAB dari rumah tahanan ke tahanan kota yang suratnya kepada Kepala Kejaksaan Negeri Medan pada 28 Maret 2014, telah sesuai regulasi. Menurut Dian, pemberian jaminan dan pengajuan pengalihan status tahanan kota telah sesuai dengan Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan.

"Penahanan Peradilan Pidana dinyatakan sah apabila dipenuhi syarat-syarat tertentu. Secara teoritis, dibedakan antara sahnya penahanan (rechtsvaardigheid) dan perlunya penahanan (noodzakelijkheid). Sahnya penahanan bersifat objektif dan mutlak, artinya dapat dibaca di dalam undang-undang tentang tindak pidana yang tersangkanya dapat ditahan. Mutlak karena pasti, tidak dapat diatur-atur oleh penegak hukum. Sedangkan perlunya penahanan bersifat relatif (subyektif) karena yang menentukan kapan dipandang perlu diadakan penahanan tergantung penilaian pejabat yang akan melakukan penahanan," kata Dr. Dian dalam keterangan persnya, Kamis (8/1).

Dia menegaskan, Pasal 31 KUHAP yang menjadi pasal yang digunakan oleh kuasa hukum Ermawan yang mengatur bagaimana penahanan ditangguhkan sehingga tersangka atau terdakwa tidak perlu menjalani penahanan. Pasal 31 KUHAP menentukan : (1) Atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum atau hakim, sesuai dengan kewenangan masing-masing, dapat mengadakan penangguhan penahanan dengan atau tanpa jaminan uang, berdasarkan syarat yang ditentukan. (2) Karena jabatannya, penyidik atau penuntut umum atau hakim sewaktu-waktu dapat mencabut penangguhan penahanan dalam hal tersangka atau terdakwa melanggar syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 31 KUHAP memberikan petunjuk yang jelas bahwa inisiatif diberikannya penangguhan penahanan datang dari tersangka atau terdakwa. Pejabat yang berwenang memberikan penangguhan penahanan bersifat pasif, artinya tidak akan memberikan penangguhan apabila tidak diminta oleh tersangka atau terdakwa.

"Permintaan itu, disertai kesediaan memenuhi syarat yang ditentukan dalam perjanjian, termasuk ada atau tidaknya jaminan uang atau jaminan orang. Syarat yang dimaksud menurut penjelasan Pasal 31 KUHAP adalah wajib lapor, tidak keluar rumah atau kota, terlebih yang menjadi perkara adalah kapasitas Ermawan AB sebagai pejabat PLN, oleh karena itu institusi PLN dan Dirut PLN waktu itu (Nur Pamudji) yang memberikan jaminan," jelas Dian.

Dr. Dian juga menyoroti hakim-hakim di Tipikor yang menjatuhkan putusan karena merasa tidak enak dengan kejaksaan. Kata dia, keputusan tersebut blunder. Seharusnya, putusan yang diambil majelis hakim berdasarkan dari bukti-bukti di persidangan, bukan berdasarkan sungkan tidak sungkannya antar institusi tersebut.

"Hakim selayaknya berdiri di tengah, tidak berpihak ke kiri atau kanan," imbuhnya.

Sebelumnya, kuasa hukum PT PLN, Todung Mulya Lubis menegaskan bahwa pengajuan status ke tahanan kota lantaran keahlian Ermawan sangat diperlukan untuk memulihkan pasokan listrik di Sumatera Utara dan Aceh. Langkah tersebut ditempuh dengan mempertimbangkan Pasal 22 ayat (1), ayat (3) dan ayat (5) serta Pasal 23 ayat ayat (1) dan Pasal 31 ayat (1) KUHAP perihal pengalihan jenis penahanan.

Pernyataan Todung menanggapi sejumlah pertanyaan dari beberapa kalangan yang mempertanyakan uang jaminan Rp 23,9 miliar dan penjaminan dari Dirut PLN (waktu itu) Nur Pamudji terhadap EAB untuk menjalani tahanan kota pada saat proses peradilan di tingkat pertama. Penjaminan terhadap EAB dipertanyakan segelintir orang setelah EAB menghilang dalam beberapa waktu terakhir, dari seharusnya menjalani kurungan pidana. EAB didakwa merugikan negara Rp 23,9 miliar dalam perkara Flame Tube PLN Belawan.

Karena keahlian Ermawan dibutuhkan PLN, pada 28 Maret 2014 Dirut PLN menyurati Ketua Pengadilan Negeri Medan dan memohon agar status EAB dialihkan dari kurungan menjadi tahanan kota, dengan jaminan pribadi dan korporasi bahwa EAB akan kooperatif. PLN juga memberikan jaminan uang Rp 23,9 miliar sesuai dengan nilai kerugian negara sebagaimana didakwakan JPU kepada EAB.

PLN menyetor uang penjaminan terhadap EAB sebesar Rp 23,9 miliar ke rekening Pengadilan Negeri Medan pada 7 April 2014. Pada hari yang sama, Majelis Hakim Tipikor Medan memberikan persetujuan dengan menerbitkan Surat No.19/PID.SUS.K/2014/PN.Mdn mengenai peralihan penahanan Rutan menjadi tahanan kota yang berlaku sejak 8 April 2014. Penetapan Majelis Hakim tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Kepala Rumah Tahanan Negara Kelas I Medan untuk mengeluarkan EAB per tanggal 8 April 2014.[wid]


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA