Demikian disampaian Koordinator Tim Pembela Demokrasi (TPDI) Petrus Selestinus saat berbincang dengan wartawan pagi ini (Jumat, 14/11).
"Sebagaimana diketahui sejak munculnya konflik dalam internal Polri di NTT terkait penyidikan kasus trafficking dimana Brigpol Rudy Soik berani mengambil resiko mengungkap kejahatan dan jaringan mafia trafficking di dalam lingkungan Polda NTT, maka sejak itu Ruddy Soik mendapatkan pujian dan dukungan luas dari seluruh lapisan masyarakat. Keberanian Ruddy Soik bukanlah tanpa resiko termasuk resiko akan dibunuh oleh sindikat mafia trafficking yang jaringannya sudah menggurita di NTT," ungkap Petrus.
Lanjutnya, Polda NTT dikhawatirkan tidak independen dan tidak mampu bersikap netral lagi dalam menyelesaikan konflik di internal Polda NTT antara Ruddy Soik dengan pimpinannya, sehingga kekhawatiran bahwa suatu saat pimpinan Polda NTT akan bertindak apriori terhadap Ruddy Soik, baik dalam bentuk kriminalisasi dan politisasi terhadap sikap dan perilaku Ruddy Soik dalam menjalankan tugas sehari-hari sebagai anggota Polisi aktif di Polda NTT.
"Memang saat ini kekhawatiran banyak pihak bahwa Ruddy Soik cepat atau lambat akan menghadapi tekanan, intimidasi bahkan lebih kejam lagi dikriminalisasi ternyata saat ini terbukti dengan menjadikan Ruddy Soik sebagai Tersangka dalam kasus dugaan penganiayaan," jelasnya.
Bahwa dalam kasus ini posisi Kapolda NTT memang sangat dilematis karena disatu sisi Kapolda membutuhkan keberanian Ruddy Soik untuk mengungkap jaringan mafia trafficking yang sudah sangat meresahkan karena memakan korban ribuan anak-anak NTT, tetapi disisi lain Kapolda juga harus mengakomodir laporan masyarakat yang menuduh Brigpol Ruddy Soik melakukan penganiayaan.
"Mampukan Kapolda NTT bersikap netral tanpa dipengaruhi mafia Traffiking? Kita lihat nanti," pungkasnya.
[rus]
BERITA TERKAIT: