"Saya pernah diminta uang total Rp 2,2 miliar yang mengatasnamakan Anas Urbaningrum," kata Teuku Bagus saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (10/6).
Uang itu, kata dia, diserahkan tak langsung seperti yang diminta. Uang diserahkan dalam tiga tahap. Pertama diserahkan sebanyak Rp 1,5 miliar melalui Munadi Herlambang, anak dari Deputi Bidang Logistik Kementerian Negara BUMN, Muhayatt.
"Sisanya, Rp 500 juta atas permintaan Direktur operasi saya. Kemudian Rp 200 Juta saya bayarkan kepada saudara Ketut Darmawan, Direktur Operasi PT PP (Pembangunan Perumahan) atas perintah Muhayatt," urainya.
Anas Urbaningrum didakwa menerima gratifikasi dan uang sebesar Rp 116 miliar dan US$5.261.070 yang berasal dari APBN terkait kasus ini. Pertama, Anas diduga menerima uang sebesar Rp 2.10.000.000 dari PT Adhi Karya untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum di kongres Partai Demokrat tahun 2010.
Kedua, Anas diduga menerima uang dari Permai Grup sebesar Rp 84.515.650.000 dan US$36.070 untuk keperluan persiapan pencalonan ketua umum Partai Demokrat. Selanjutnya, Anas diduga menerima uang dari Permai Grup sebesar Rp 30.000.000.000 dan US$5.225.000 untuk keperluan pelaksanaan pemilihan ketua umum Partai Demokrat.
Keempat, pada tanggal 12 November 2009, Anas diduga menerima satu unit mobil Toyota Harrier seharga Rp670.000.000 dari petinggi PT Adhi Karya, Teuku Bagus M Noor.
Kelima, Anas diduga menerima fasilitas terkait pencalonannya sebagai ketua umum Partai Demokrat dari Lingkaran Survei Indonesia (LSI) sejumlah Rp 478.632.230. Dengan pertimbangan, jika Anas terpilih sebagai ketua umum Demokrat, maka semua proyek survei politik terhadap calon kepala daerah dari Partai Demokrat akan diserahkan kepada LSI. Soal ini, pendiri LSI, Denny JA, sudah membantahnya. Denny mengatakan hubungan lembaganya dengan Anas murni bisnis.
Terakhir, Anas juga diduga menerima satu unit mobil Toyota Vellfire senilai Rp 735.000.000 dari PT Atrindo Internasional.
[ald]
BERITA TERKAIT: