Kata Nazaruddin, permintaan tersebut disampaikan melalui Direktur Utama (Dirut) PT Dutasari Citralaras, Machfud Suroso.
"Waktu itu permintaan dari beliau ke bos saya lewat Machfud Suroso, sekitar bulan Juli 2009 di Pasific Place . Yang hadir ada Machfud Suroso, ada Munadi Herlambang, ada saudara Arief, Teuku Bagus, ada bos saya, terus ada saya," kenang Nazaruddin saat bersaksi dalam sidang lanjutan terdakwa Budi Mulya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (13/5).
Nazar menjelaskan, dari tiga permohonan yang diajukan, hanya dua yang disetujui. Bukan oleh Nazar, tapi oleh atasannya yang disebut Anas Urbaningrum.
"Yang disetujui oleh bos saya hanya dua proyek. Hambalang sama Gedung DPR," terangnya sembari menambahkan bos yang dimaksud adalah Anas Urbaningrum.
Nazar melanjutkan, permintaan tersebut tak langsung dipenuhi olehnya. Dia kemudian melakukan pengecekan untuk menguji kebenarannya.
"Waktu itu dibilang nanti dicek dulu kebenarannya, pastikan dulu baru nanti kita ketemu lagi. Machfud disuruh pastikan yang mana proyek-proyek yang mau difokusin," ujarnya.
Setelah itu, kata Nazaruddin, ada pertemuan lagi. Pada waktu itu disepakati yang mengejar proyek Hambalang ada dua yakni Adhi Karya dan Duta Graha Indah. Hanya saja, sambungnya, proyek Hambalang waktu itu tidak bisa jalan karena ada masalah tanah.
"Karena untuk lokasi Hambalang, ada permasalahan sertifikat dengan pemilik yang lama, kalau enggak salah Pak Probo namanya," demikian terpidana kasus suap wisma atlet itu.
[rus]
BERITA TERKAIT: