“Admiral (Frank) Bradley bekerja sepenuhnya dalam kewenangannya dan sesuai hukum,” ujar Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, seperti dimuat
BBC, Selasa, 2 Desember 2025.
Leavitt menegaskan bahwa Menteri Pertahanan Pete Hegseth memang mengotorisasi operasi tersebut, namun membantah laporan yang menyebut adanya perintah untuk membunuh semua orang.
Pada 2 September 2025, militer AS menyerang sebuah kapal yang mereka klaim sebagai kapal narkoba di perairan internasional dekat Venezuela.
Serangan pertama menenggelamkan kapal tersebut dan menewaskan sebagian besar awak. Sementara serangan kedua dilaporkan terjadi setelah dua orang berhasil selamat dari ledakan pertama dan bertahan di kapal yang terbakar.
Isu ini menuai kekhawatiran dari anggota Kongres AS, baik dari Partai Republik maupun Demokrat. Karena jika serangan kedua benar dilakukan terhadap orang yang sudah tidak dapat melawan atau mempertahankan diri, maka tindakan tersebut bisa dianggap melanggar hukum.
Di sisi lain, Hegseth membantah keras tuduhan bahwa ia mengeluarkan perintah ilegal.
"Laporan itu dibuat-buat, provokatif, dan merendahkan. Saya mendukung Admiral Bradley 100 persen,” sambil menyebut keputusan sang komandan sebagai tindakan profesional dalam operasi tempur.
Sejak awal September, AS meningkatkan kehadiran militernya di Laut Karibia dan melancarkan sejumlah serangan mematikan terhadap kapal yang diduga membawa narkoba di perairan internasional dekat Venezuela dan Kolombia.
Pemerintahan Trump menyebut langkah itu sebagai tindakan membela diri untuk menghentikan aliran narkoba ke Amerika Serikat.
Pemerintah Venezuela mengecam keras operasi tersebut dan menyatakan akan melakukan penyelidikan penuh atas insiden 2 September.
BERITA TERKAIT: