Dana ini akan dibagi ke seluruh negara bagian dan teritori Australia untuk membeli peralatan penting, mempersiapkan mobilisasi cepat jika terjadi wabah, serta digunakan untuk depopulasi unggas yang terinfeksi secara manusiawi, dekontaminasi, dan pembuangan peralatan agar penyakit tidak menyebar.
Menteri Pertanian Australia, Julie Collins, mengatakan bahwa pergerakan unggas terinfeksi menjadi ancaman serius dan dapat berdampak besar pada satwa liar maupun industri peternakan.
“Selama musim semi, banyak burung bermigrasi. Kami tahu Australia berisiko terkena flu burung H5, tetapi yang penting adalah memastikan Australia siap,” ujarnya, dikutip dari 9News, Rabu 27 Agustus 2025.
Pendanaan ini melengkapi investasi sebelumnya sebesar 100 juta Dolar Australia atau sekitar Rp1,1 triliun yang sudah disiapkan pemerintah untuk meningkatkan pengawasan, kesiapsiagaan, dan respons terhadap ancaman flu burung H5.
Flu burung H5 sendiri merupakan penyakit sangat menular yang sudah menimbulkan kematian jutaan unggas, burung liar, dan mamalia di Amerika Serikat, Eropa, Asia, dan Antartika. Virus ini juga telah menyebar ke peternakan unggas dan sapi perah, bahkan menyebabkan beberapa kasus infeksi dan kematian pada manusia.
Saat ini, Australia menjadi satu-satunya benua yang masih bebas dari virus flu burung H5. Namun, ancaman tetap besar karena Australia dikelilingi wilayah yang sedang memerangi wabah tersebut, termasuk Antartika.
Komisaris Spesies Terancam, Fiona Fraser, memperingatkan bahwa burung yang terinfeksi kemungkinan akan bermigrasi ke Australia pada musim semi.
“Flu burung H5 hampir pasti akan mencapai pantai Australia. Begitu tiba, kita tidak bisa mencegah penyebarannya di alam dan tidak mungkin memberantasnya sepenuhnya,” kata Fraser.
Meski begitu, ia menegaskan bahwa pemerintah berfokus pada membangun ketahanan populasi satwa asli agar lebih mampu menghadapi penyakit ini serta melindungi spesies yang dikembangbiakkan dalam penangkaran.
BERITA TERKAIT: