Dalam pernyataan yang menohok di akhir KTT BRICS di Rio de Janeiro, Lula menegaskan bahwa dunia telah berubah dan tidak membutuhkan seorang kaisar.
“Dunia telah berubah. Kami tidak menginginkan seorang kaisar,” kata Lula kepada wartawan, merespons ancaman tarif 10 persen dari AS terhadap negara-negara BRICS.
Dia menegaskan bahwa KTT BRICS diselenggarakan untuk mencari perspektif alternatif dalam mengatur perekonomian global, sebuah upaya yang menurutnya membuat sejumlah pihak merasa terancam.
“Ini adalah sekumpulan negara yang ingin menemukan cara lain untuk mengatur dunia dari perspektif ekonomi. Saya pikir itulah sebabnya negara-negara BRICS membuat orang tidak nyaman," tegas Lula, seperti dimuat
Reuters pada Selasa, 8 Juli 2025.
Lula juga mengulang pandangannya tentang pentingnya mengurangi ketergantungan pada dolar AS dalam perdagangan global.
“Dunia perlu menemukan cara agar hubungan perdagangan kita tidak harus melalui dolar. Jelas kita harus bertanggung jawab untuk melakukannya dengan hati-hati. Bank sentral kita harus membahasnya dengan bank sentral dari negara lain," ujarnya.
Pernyataan tersebut muncul setelah Trump menuduh BRICS "anti-Amerika" dan memperingatkan akan memberlakukan tarif tambahan.
Meski Gedung Putih disebut belum akan langsung menerapkan tarif baru, sumber menyebut kebijakan itu bisa segera berjalan jika tidak ada perubahan sikap dari negara-negara BRICS.
Sikap keras Lula turut disambut tanggapan lebih diplomatis dari para pemimpin BRICS lainnya. Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa menegaskan bahwa kelompok BRICS tidak ingin bersaing dengan kekuatan mana pun.
“Tarif tidak boleh digunakan sebagai alat untuk pemaksaan dan tekanan,” tambahnya.
Di Beijing, juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok Mao Ning mengatakan bahwa BRICS dibentuk untuk kerja sama yang saling menguntungkan dan tidak menargetkan negara mana pun.
Sementara itu, Kremlin juga membantah tuduhan Trump. Seorang juru bicara menyatakan kerja sama Rusia dengan BRICS didasarkan pada pandangan dunia bersama dan tidak akan pernah ditujukan terhadap negara ketiga.
India belum memberikan tanggapan resmi. Namun negara-negara mitra seperti Malaysia dan Indonesia mengambil sikap hati-hati. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto, yang hadir di Brasil, dikabarkan segera menuju AS untuk membahas tarif.
Malaysia, yang sempat dikenai tarif sebesar 24 persen oleh AS sebelum ditangguhkan, menyatakan bahwa pihaknya tetap menjalankan kebijakan ekonomi yang independen, tanpa keterikatan ideologis.
BERITA TERKAIT: