Namun, SBY juga mengakui bahwa peluang terwujudnya solusi tersebut kini semakin menjauh akibat perpecahan internal dan perbedaan pandangan ekstrem di kedua belah pihak.
“Ini isu penting. Saya berharap juga saudara-saudara kita di tanah air memahami inti permasalahan di Palestina. Mengapa tidak segera terwujud berdirinya Palestina sebagai negara merdeka dan berdaulat? Karena ada sesuatu yang fundamental, yang terus terang sangat mengganggu untuk hadirnya Palestina merdeka,” ujar SBY dalam acara bertajuk “Spesial Interview SBY: Konflik Iran-Israel, Ancaman Global, dan Harapan Perdamaian” dikutip Senin malam 16 Juni 2025.
Ia mengungkapkan bahwa selama menjabat sebagai presiden dalam satu dekade, dirinya aktif mendorong penyelesaian konflik Israel-Palestina melalui berbagai forum internasional.
“Tapi yang jelas, selama 10 tahun saya memimpin Indonesia dulu, saya berdiplomasi habis-habisan. Di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Forum Organisasi Kerjasama Islam (OKI), di Forum G20, dan lembaga-lembaga kerja sama internasional yang lain untuk tolonglah ini Timur Tengah akan segera teduh dan damai kalau mother of all problems itu bisa diselesaikan, yaitu konflik Israel-Palestina,” jelasnya.
Menurut SBY, solusi dua negara yang memungkinkan Palestina dan Israel hidup berdampingan secara damai adalah pendekatan yang paling masuk akal.
“Dengan berdasarkan prinsip-prinsip konsep solusi dua negara. Negara Palestina merdeka, berdaulat, hidup berdampingan secara damai dengan Israel. Yang paling realistik sebetulnya itu,” ucapnya.
Namun kenyataannya, lanjut SBY, upaya tersebut belum membuahkan hasil apa pun. Bahkan, arah perkembangan politik menunjukkan kecenderungan menjauhnya harapan untuk mencapai two-state solution.
“Tetapi saya harus jujur, itu belum membuahkan hasil apapun, bahkan ada kecenderungan makin menjauh dari terwujudnya dua negara yang hidup berdampingan secara damai tadi, yaitu two state solutions. Mengapa? Di pihak Palestina dan di pihak Israel, ada yang tidak mau solusi dua negara, meskipun ada juga yang mau. Negara-negara lain di luar Palestina dan Israel, sama,” ungkapnya.
SBY juga mengkritisi pandangan ekstrem dari pihak-pihak yang hanya menginginkan satu negara tanpa kehadiran pihak lain.
“Nah ketika bicara hanya satu negara, ini beda-beda bagi Hamas misalnya, bagi Hizbullah, bagi Iran, yang negaranya hanya ada Palestina. Israel harus dibuang, entah ke mana. Bagi Israel dan sejumlah negara, sama, satu negara. Tapi negaranya hanya Israel, tidak ada Palestina,” tuturnya.
Menurut mantan Kasospol ABRI itu, perbedaan visi ini semakin rumit karena adanya konflik politik internal di masing-masing pihak.
“Nah dari perbedaan penglihatan itu diperparah lagi pada politik dalam negeri masing-masing. Palestina, selama Fatah dan Hamas tidak bersatu, untuk penyelesaian konflik yang berkepanjangan ini, ya tidak akan terwujud two state solution. Ada garis keras-keras, belum tentu buruk ya, yang keras tidak pernah mau kita, ada negara Israel,” urainya.
“Tidak ketemu misalkan di internal Palestina, tidak akan ada solusi. Israel juga begitu. Ada yang tidak bergaris keras, Netanyahu menurut saya juga keras. Mungkin dia tidak mau, ada negara Palestina,” sambung SBY.
SBY menyebut situasi tersebut sebagai pengunci kebuntuan yang membuat solusi damai tidak kunjung tercapai. Namun, ia tidak menutup kemungkinan adanya pendekatan lain jika two-state solution terus menemui jalan buntu.
“Nah inilah sebetulnya yang mengunci, yang bikin kandas. Nah kalau ditanya apa ada alternatif lain, apa ada opsi lain, saya oleh Tuhan dikasih kesempatan untuk menangani berbagai konflik di dalam negeri maupun di luar negeri,” kata SBY.
Ia lantas mencontohkan pendekatan damai yang ia lakukan dalam menyelesaikan konflik di Aceh, yang sebelumnya berlangsung selama puluhan tahun.
“Saya pernah menjadi peacekeeper di Bosnia misalnya. Saya pernah melerai konflik di antara dua negara di ASEAN, termasuk di dalam negeri,” urainya.
“Kalau opsi yang satu tidak jalan, contohnya menyelesaikan masalah Aceh. 30 tahun dengan operasi militer tidak jalan. Saya sebagai presiden tidak bisa begini. There must be another solution. Thinking outside the box. Sampailah saya didukung Pak JK mencari solusi damai untuk Aceh. Dengan kerangka yang kita pikirkan. Dengan take and give yang juga kita tawarkan. Alhamdulillah secara mencatat konflik yang sudah berlangsung 30 tahun akhirnya bisa diselesaikan secara damai, secara lebih beradab dan secara adil,” demikian SBY.
BERITA TERKAIT: