Langkah ini memperjelas niat pemerintah untuk memangkas pendanaan dan melemahkan institusi media yang telah lama dianggap penting bagi pengaruh AS di dunia.
Hanya sehari setelah semua karyawan dihentikan, para staf yang bekerja berdasarkan kontrak menerima email yang memberi tahu mereka bahwa mereka akan diberhentikan pada akhir Maret.
"Anda harus segera menghentikan semua pekerjaan dan tidak diizinkan untuk mengakses gedung atau sistem agensi mana pun," demikian isi email yang dikonfirmasi oleh beberapa karyawan, seperti dimuat
AFP pada Minggu, 16 Maret 2025.
PHK ini berdampak besar pada kontraktor, yang membentuk sebagian besar tenaga kerja
VOA, terutama dalam layanan bahasa non-Inggris. Banyak di antara mereka bukan warga negara AS dan bergantung pada pekerjaan ini untuk mendapatkan visa tinggal di Amerika Serikat.
Sementara itu, sebagian besar staf penuh waktu
VOA, yang memiliki lebih banyak perlindungan hukum, tetap menjalani cuti administratif dan telah diperintahkan untuk tidak bekerja.
VOA, yang didirikan selama Perang Dunia II, telah lama menjadi alat diplomasi AS dengan misi menyampaikan berita independen ke negara-negara yang memiliki kebebasan pers terbatas.
Namun, kebijakan baru ini mendapat kritik keras dari jurnalis dan pengamat kebebasan pers.
Liam Scott, seorang reporter
VOA yang meliput isu kebebasan pers dan disinformasi, menyatakan bahwa ia juga telah menerima pemberitahuan PHK efektif pada 31 Maret.
Dalam pernyataannya di media sosial X, ia menulis bahwa kebijakan PHK besar-besaran itu merupakan serangan pemerintah terhadap kebebasan pers.
"Penghancuran
VOA dan outlet sejenisnya oleh pemerintah Trump merupakan bagian dari upaya lebih luas untuk membubarkan pemerintah dan juga serangan terhadap kebebasan pers dan media," tegasnya.
Karena tidak adanya produksi baru, beberapa layanan VOA kini beralih ke pemutaran musik sebagai pengganti program berita mereka.
Trump menandatangani perintah eksekutif pada hari Jumat, 14 Maret 2025 yang menargetkan Badan Media Global AS (USAGM), induk dari
VOA, dalam pemotongan besar-besaran terbaru terhadap pemerintah federal.
USAGM, yang memiliki 3.384 karyawan pada tahun fiskal 2023, telah meminta anggaran sebesar 950 juta dolar AS untuk tahun fiskal 2024, tetapi kini menghadapi pengurangan drastis.
Pemotongan ini tidak hanya berdampak pada
VOA, tetapi juga media lain seperti
Radio Free Europe/Radio Liberty, yang didirikan selama Perang Dingin untuk menjangkau negara-negara bekas blok Soviet, dan
Radio Free Asia, yang menyampaikan laporan ke negara-negara Asia seperti Tiongkok dan Korea Utara.
Outlet lain yang turut terkena dampak adalah Radio Farda, yang menyiarkan berita dalam bahasa Persia dan sering diblokir oleh pemerintah Iran, serta Alhurra, jaringan berbahasa Arab yang didirikan setelah invasi AS ke Irak.
Gedung Putih dalam pernyataannya menyatakan bahwa para pembayar pajak tidak lagi terikat pada propaganda radikal.
Pernyataan ini sejalan dengan tuduhan yang sering dilontarkan Trump terhadap
VOA, yang selama ini berusaha menjaga independensi editorialnya melalui firewall hukum.
Di saat AS memangkas pendanaan medianya, negara seperti Tiongkok dan Rusia justru memperluas investasi mereka di media pemerintah untuk bersaing dengan narasi Barat. Media milik pemerintah Tiongkok, seperti
Global Times, menyambut baik kebijakan Trump terhadap
VOA."Monopoli informasi yang dipegang oleh beberapa media Barat tradisional sedang dihancurkan. Seiring dengan semakin banyaknya warga Amerika yang keluar dari kepompong informasi mereka dan melihat dunia nyata, narasi-narasi yang menjelekkan Tiongkok yang disebarkan oleh VOA akan menjadi bahan tertawaan," tulis
Global Times dalam editorialnya.
Langkah ini menandai perubahan signifikan dalam lanskap media global dan menunjukkan bagaimana dinamika kekuatan besar mempengaruhi arus informasi di seluruh dunia.
Dengan kebijakan ini, pemerintah Trump tidak hanya memangkas anggaran media, tetapi juga mengubah strategi komunikasi global AS yang telah berlangsung selama beberapa dekade.
BERITA TERKAIT: