Pasalnya, Trump menyampaikan niat Amerika Serikat untuk mengambil alih Jalur Gaza sebagai bagian dari upaya rekonstruksi pascaperang.
"AS akan mengambil alih Jalur Gaza dan kami akan bekerja sama dengannya. Kami akan menguasainya," kata Trump, seperti dimuat
AFP.
Trump menegaskan bahwa AS akan membersihkan wilayah tersebut dari bom yang belum meledak, meratakan lokasi yang hancur, dan membangun kembali infrastruktur serta ekonomi yang akan memberikan lapangan kerja dan perumahan.
Namun, ia mengisyaratkan bahwa warga Palestina mungkin tidak akan menjadi bagian dari proses tersebut.
"Tidak boleh melalui proses pembangunan kembali dan pendudukan oleh orang-orang yang sama yang benar-benar berdiri di sana dan berjuang untuknya serta tinggal di sana dan meninggal di sana," ujarnya.
Sebagai gantinya, Trump menyarankan agar dua juta penduduk Gaza pindah ke negara-negara Timur Tengah seperti Mesir dan Yordania.
Namun, kedua negara tersebut dengan tegas menolak gagasan relokasi paksa ini.
Netanyahu memuji Trump sebagai sahabat terbaik yang pernah dimiliki Israel dan menyebut rencana ini sebagai langkah yang dapat mengubah sejarah.
Namun, reaksi dari dunia internasional beragam. Utusan Palestina untuk PBB menegaskan bahwa para pemimpin dunia harus menghormati keinginan warga Palestina, sementara masyarakat Gaza mengecam keras gagasan tersebut.
Seorang warga Rafah, Gaza Selatan, Hatem Azzam menyebut rencana Trump mengambil alih kekuasaan dan mengusir mereka dari tanah air merupakan penghinaan besar.
"Trump menganggap Gaza adalah tumpukan sampah, sama sekali tidak berarti," ujarnya.
Di sisi lain, gencatan senjata antara Israel dan Hamas masih dalam tahap awal. Israel dan Hamas telah memulai pertukaran sandera dan tahanan, sementara pembicaraan lanjutan terus berlangsung di Qatar.
Gencatan senjata yang dimulai pada 19 Januari memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan kembalinya warga yang mengungsi ke wilayah utara Gaza.
Namun, di saat yang sama, Israel tetap melanjutkan operasi militernya di Tepi Barat, dengan insiden terbaru terjadi di Jenin.
Sejak dimulainya perang pada 7 Oktober 2023, konflik ini telah menyebabkan lebih dari 47.000 kematian di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan wilayah tersebut, sementara serangan Hamas terhadap Israel menewaskan lebih dari 1.200 orang.
Pernyataan Trump ini diperkirakan akan menambah ketegangan dalam upaya diplomasi Timur Tengah. Dengan AS, Israel, Hamas, dan mediator seperti Qatar yang masih dalam negosiasi, masa depan Gaza dan penduduknya tetap menjadi pertanyaan besar.
BERITA TERKAIT: