Pada tahun 2018, Presiden AS saat itu Donald Trump menarik diri dari pakta nuklir 2015 dengan Iran dan memberlakukan kembali sanksi yang merugikan sektor minyak Iran, dengan produksi turun menjadi 2,1 juta barel per hari (bph).
Dengan kemenangan Trump, Iran akan kembali menghadapi kemungkinan pembatasan produksi dan ekspor minyaknya.
Namun Menteri Perminyakan Iran, Mohsen Paknejad menyampaikan kesiapan negara itu menghadapi kebijakan Trump yang kontroversial.
“Langkah-langkah yang diperlukan telah diambil. Saya tidak akan menjelaskan secara rinci tetapi rekan-rekan kami di sektor minyak telah mengambil langkah-langkah untuk menangani pembatasan yang akan terjadi dan tidak ada alasan untuk khawatir,” kata Paknejad, seperti dimuat
Middle East Monitor pada Kamis, 14 November 2024.
Dalam beberapa tahun terakhir, produksi minyak Iran telah pulih menjadi sekitar 3,2 juta barel per hari menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak, di mana Iran menjadi anggotanya.
Ekspor minyak Iran telah meningkat tahun ini mendekati level tertinggi multi-tahun sebesar 1,7 juta bph meskipun ada sanksi AS.
Penyulingan minyak Tiongkok membeli sebagian besar pasokannya. Beijing mengatakan tidak mengakui sanksi sepihak AS.
BERITA TERKAIT: