The Express Tribune melaporkan, dalam demonstrasi yang digelar di Rawalpandi, Pakistan itu, asosiasi guru juga mengeluhkan berbagai masalah terkait aturan pensiun terbaru, kekhawatiran atas privatisasi sekolah pemerintah, dan tuntutan persetujuan pencairan cuti.
Akibat demonstrasi akhir pekan lalu itu proses belajar mengajar di sekitar 5.610 sekolah di Rawalpindi, Jhelum, Attock, Chakwal, Talagang, dan Murree terhenti.
Para pengunjuk rasa membawa spanduk dan plakat yang mengumumkan pemboikotan kegiatan pendidikan tanpa batas waktu. Selain itu, kegiatan olahraga juga telah dibatalkan hingga pemogokan berlanjut.
Para pengunjuk rasa memperingatkan bahwa protes mereka akan terus berlanjut dan mungkin meningkat, termasuk kemungkinan pawai panjang ke Islamabad, menurut laporan
The Express Tribune. Para pemimpin demonstrasi juga memperingatkan bahwa privatisasi sekolah akan menyebabkan peningkatan biaya pendidikan dan peningkatan jumlah anak putus sekolah, yang dapat mencapai 30 juta.
Laporan tersebut selanjutnya menyatakan bahwa departemen pendidikan telah menuntut daftar guru yang tidak hadir dan telah memperingatkan untuk mengeluarkan surat perintah untuk menunjukkan alasan kepada 15 pendidik. Namun, para pengunjuk rasa mengatakan bahwa tindakan pemerintah akan ditentang, dan setiap petugas yang mengeluarkan surat penangguhan akan menghadapi protes.
Para pengunjuk rasa, di sisi lain, menegaskan bahwa mereka berusaha untuk mencegah perubahan sekolah pemerintah menjadi sekolah swasta, dan pemerintah harus mendukung inisiatif tersebut. Selain itu, para pemimpin Aliansi Guru Besar seperti Shahid Mubarak, Malik Amjad Mehmood, dan Qazi Imran menyatakan demonstrasi mereka bersifat nonpolitik dan nonkekerasan.
BERITA TERKAIT: