TPS dibuka pukul 07.00 waktu setempat dan lebih dari 9 juta pemilih akan memberikan suara mereka untuk memilih presiden dan anggota parlemen berikutnya.
Presiden saat ini, Paul Kagame kembali mencalonkan diri dan berusaha memperpanjang jabatan periode ke empat.
Sebagian besar pemilih mengatakan mereka akan memilih Kagame yang mereka puji karena berhasil menyelamatkan negara berpenduduk 14 juta jiwa tersebut dari kehancuran akibat genosida tahun 1994.
Seorang pekerja konstruksi yang tinggal di provinsi selatan Rwanda, Tuyiringirimana Olivier, menilai sosok Kagame sebagai pemimpin yang memprioritaskan pembangunan dan menerapkan layanan sosial yang efektif.
“Kagame telah mencapai banyak hal bagi kami. Kami memiliki keamanan, semua anak dapat bersekolah, dan mereka mendapatkan makanan di sekolah,” ujarnya, seperti dimuat
TRT Africa.
"Itulah sebabnya kita harus mendukungnya. Saya sudah menentukan pilihan. Saya yakin Rwanda sedang menuju ke arah yang baik," kara dia lagi.
Kagame pertama terpilih tahun 2000, setelah dia memimpin pasukan pemberontak, merebut kekuasaan dan mengakhiri genosida pada tahun 1994.
Tahun ini, Kagame mencalonkan diri melawan dua kandidat lainnya, Frank Habineza dan Philippe Mpayimana, yang juga menantangnya pada pemilu terakhir pada tahun 2017.
Beberapa kandidat lain, termasuk beberapa kritikus Kagame yang paling vokal, dilarang mencalonkan diri karena berbagai alasan termasuk pernah dihukum pidana.
Kagame memenangkan hampir 99 persen suara dalam pemilu tahun 2017, diikuti dengan penghapusan undang-undang batas masa jabatan, yang memungkinkannya mencalonkan diri lagi.
Dia mendapat pujian karena mengubah Rwanda menjadi negara dengan perekonomian yang berkembang, namun juga mendapat kritik dari aktivis hak asasi manusia dan negara-negara Barat karena memberangus media, membungkam oposisi dan mendukung kelompok pemberontak di Kongo.
Pemerintah Rwanda membantah semua tuduhan terhadap mereka, dan saat berkampanye, Kagame menjanjikan pembangunan dan stabilitas yang berkelanjutan.
Catatan hak asasi manusia mereka menjadi sorotan ketika Rwanda mencapai kesepakatan migrasi pada tahun 2022 dengan Inggris untuk menerima ribuan pencari suaka. Pemerintahan baru Inggris mengatakan akan membatalkan perjanjian tersebut.
BERITA TERKAIT: