Presiden terpilih yang diusung DPP, Lai Ching-te mengumumkan kemenangan yang telah diraih dengan penuh gembira di hadapan para pendukungnya.
Dia menyebut kemenangan DPP merupakan bukti bahwa rakyat mendukung demokrasi tetap berdiri tegak di Taiwan.
"Kami menyampaikan kepada komunitas internasional bahwa antara demokrasi dan otoritarianisme, kami masih berpihak pada demokrasi," kata Lai dalam pidato kemenangannya, seperti dimuat
CNN.
Lai juga menyadari bahwa pemilu Taiwan tahun ini berada di bawah bayang-bayang kekhawatiran akan ancaman China. Oleh sebab itu, dia berjanji untuk menjaga negara dari berbagai konfrontasi yang mengancam keamanan nasional.
"Pada saat yang sama, kami juga bertekad untuk menjaga Taiwan dari ancaman dan intimidasi yang terus berlanjut dari China,” tegasnya.
Hasil akhir pemilu masih dalam proses penghitungan suara oleh Komite Pemilihan Umum Pusat Taiwan.
Namun dalam pidato kemenangan, Lai menunjukkan bahwa dirinya dan wakilnya Hsiao Bi-khim memperoleh sekitar 40 persen suara, sementara dua saingan utamanya dari partai Kuomintang (KMT) dan Partai Rakyat Taiwan (TPP) masing-masing tertinggal dengan 33 persen dan 26 persen.
Sistem pemilu Taiwan didasarkan pada pemungutan suara
first-past-the-post, di mana capres dengan persentase suara tertinggi yang menjadi pemenang.
Total pemilih yang menggunakan hak pilihnya mencapai lebih dari 60 persen dari sekitar 19,5 juta warga Taiwan yang berhak memilih.
Kemenangan DPP untuk ketiga kalinya secara berturut-turut menjadi pukulan besar bagi China yang mempunyai ambisi untuk menguasai Taiwan.
China tidak bisa merahasiakan keinginannya untuk melihat partai oposisi KMT kembali berkuasa di Taiwan. Sebab dari sisi kebijakan KMT cenderung mendukung hubungan yang lebih hangat dengan Beijing.
Bahkan selama masa kampanye, KMT menyudutkan Lai dan DPP sebagai pihak yang sengaja mengambil kebijakan yang memicu ketegangan militer dengan China.
BERITA TERKAIT: