Guru Besar Hukum Internasional UI Profesor Hikmahanto Juwana memberikan tiga catatan terkait langkah tersebut.
Pertama, gugatan ini diajukan ke Mahkamah Internasional bukan ke Mahkamah Kejahatan Internasional (International Criminal Court/ICC).
Menurut dia, beda ICJ dan ICC adalah ICJ memeriksa dan mengadili sengketa antar negara. Sementara ICC memeriksa dan mengadili individu yang disangka melakukan pelanggaran HAM berat yaitu kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, kejahatan perang dan perang agresi.
"Terkait serangan Israel ke Gaza, Presiden Erdogan dari Turki, misalnya berencana membawa PM Benjamin Netanyahu ke ICC meski Israel bukan negara peserta dari Statuta ICC," kata Prof Hikmahanto kepada
Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (31/12).
Kedua, dasar hukum Afrika Selatan membawa Israel ke ICJ adalah Konvensi Genosida atau lengkapnya Convention on the Prevention and Punishment of the Crime of Genocide dimana Afrika Selatan dan Israel adalah negara anggota.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Ukraina terhadap Rusia terkait perang di Ukraina. Terkait perkara ini hingga sekarang belum ada kemajuan mengingat Rusia tidak mau menghadirinya.
Padahal yang diharapkan oleh Ukraina adalah dilaksanakannya permohonan atas putusan sela agar Rusia untuk menghentikan serangan ke Rusia.
"Dalam Pasal 9 Konvensi ditentukan bahwa bila antar negara peserta memiliki sengketa maka diselesaikan melalui Mahkamah Internasional," jelasnya.
"Inilah pasal yang digunakan oleh Afrika Selatan dan beberapa waktu lalu oleh Ukraina," sambungnya.
Catatan terakhir dalam konteks masyarakat internasional, lembaga peradilan kerap tidak efektif karena masalah penegakan terhadap putusan yang dibuat. Dalam masyarakat internasional tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan.
Penegakan atas putusan kerap dilakukan dengan metode self help atau melaksanakan sendiri putusan terhadap negara yang dikalahkan karena tidak mematuhi.
"Bila ini yang berlaku, tidak heran bila negara yang kuat akan sulit untuk mematuhi putusan lembaga peradilan internasional karena negara yang menang tidak mungkin melakukan self help," tutup Prof Hikmahanto.
BERITA TERKAIT: