Mengutip laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada Kamis (21/12), hanya ada empat rumah sakit yang beroperasi di Gaza Utara. Itupun dengan kondisi perawatan yang sangat terbatas.
Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam unggahan di X mengatakan pihaknya bekerjasama dengan PBB mengambil risiko datang langsung ke RS Al-Ahli Arab dan RS Al-Shifa di Jalur Gaza.
Dia mengungkap kondisi RS Al-Ahli kini semakin lemah akibat kekurangan bahan bakar, staf dan pasokan.
“Rumah Sakit Al-Ahli kewalahan menangani pasien yang membutuhkan perawatan darurat. Di halamannya, jenazah ditempatkan dalam barisan karena mereka tidak dapat dikuburkan dengan aman dan bermartabat,” ujarnya, seperti dimuat
Anadolu Agency.
Ghebreyesus mengatakan, dua hari lalu RS Al-Ahli masih bisa menjalankan operasi bagi korban terluka. Tetapi setelah didatangi oleh tim WHO, ternyata ruangan operasi sudah tidak berfungsi.
"Ruang operasi sudah tidak bisa digunakan karena sama sekali tidak ada (dokter) spesialis, listrik, bahan bakar, air, makanan dan pasokan medis," ungkapnya.
Atas kondisi yang memprihatinkan tersebut, Ghebreyesus menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera.
"Gencatan senjata diperlukan untuk memperkuat dan mengisi kembali fasilitas kesehatan yang tersisa dan memberikan layanan medis," tegas Ghebreyesus.
Israel telah menggempur Jalur Gaza sejak serangan Hamas pada 7 Oktober, menewaskan hampir 20 ribu warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, dan melukai 52.586 orang.
Serangan yang tidak henti dari Israel telah menyebabkan kehancuran di Jalur Gaza dan hampir 2 juta penduduk mengungsi di daerah kantong padat penduduk dengan kondisi kekurangan makanan dan air bersih.
BERITA TERKAIT: