Pada Minggu (19/11), sebanyak 31 bayi Palestina yang lahir prematur di RS Al Shifa berhasil dievakuasi ke Rumah Sakit Emirat di kota Rafah di selatan, dekat perbatasan Mesir.
Upaya evakuasi tersebut dilakukan oleh Bulan Sabit Merah berkoordinasi dengan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
Menurut laporan Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus, para bayi dalam kondisi sakit parah ketika dipindahkan, sehingga memerlukan kondisi keamanan yang sangat intens.
"Sekarang bayi-bayi tersebut telah menerima perawatan darurat di unit perawatan intensif neonatal di Rafah. Mereka didampingi oleh enam petugas kesehatan dan 10 anggota keluarga staf," ungkap Tedros Adhanom, seperti dimuat
BBC.
Sementara itu, Direktur Jenderal Rumah Sakit di Jalur Gaza, Mohammad Zaqout mengatakan, beberapa bayi mengalami dehidrasi atau menderita maag karena air yang tidak bersih.
"Kurangnya obat-obatan telah menyebabkan beberapa bayi terkena sepsis, dan lainnya mengalami hipotermia karena tidak dapat ditempatkan di inkubator," papar Zaqout.
Lebih lanjut, jurubicara Bulan Sabit Merah, Nebal Farsakh mengungkap fakta menyedihkan, di mana beberapa orangtua bayi prematur tersebut tewas dalam serangan udara Israel.
Sementara orangtua bayi yang masih hidup, kata Farkash, telah diminta untuk ikut keluar dari Gaza. Namun hingga kini keberadaan para orangtua tidak diketahui.
Direktur RS Al Shifa, Muhammad Abu Salima telah meminta WHO dan PBB untuk membantu tim medis dan pasien keluar dari Gaza.
"Masih ada sekitar 25 staf medis yang tersisa di RS Al Shifa. Rumah sakit sekarang adalah rumah hantu dalam arti sebenarnya,” kata Salima.
Hingga kini Israel belum memberikan komentar, meskipun sebelumnya mereka mengatakan akan membantu mengevakuasi bayi ke rumah sakit yang lebih aman.
BERITA TERKAIT: