Dalam sebuah opini untuk majalah Razvedchik yang diterbitkan oleh Badan Intelijen Luar Negeri Rusia (SVR), Patrushev mengatakan ekspansi NATO yang tiada henti telah memungkinkan AS mengubah banyak negara menjadi bonekanya, serta membantu Washington mempertahankan hegemoninya.
Patrushev juga mengecam dan mencap NATO sebagai organisasi bermuka dua. Menurutnya, meskipun aliansi pimpinan AS itu selalu mengklaim mendukung perdamaian, mereka telah mengobarkan perang atau mengancam akan melakukan tindakan militer terhadap negara-negara yang menentang kebijakan Washington.
“Kekuatan militer NATO digunakan untuk mempertahankan hegemoni Barat, perbudakan ekonomi, dan tekanan politik terhadap negara-negara yang tidak menimbulkan ancaman militer terhadap aliansi tersebut,” kata Patrushev, seperti dimuat
RT, Minggu (17/9).
"Anggota NATO telah mengambil bagian dalam lebih dari 200 konflik di seluruh dunia selama tujuh dekade terakhir," tambahnya.
Sementara itu, lanjut Patrushev, Washington menganggap tentara sekutunya sebagai pasukan “kolonial” dan akan dengan senang hati menggunakan mereka sebagai “umpan meriam” jika diperlukan.
Menurutnya, negara-negara Barat memandang Rusia sebagai ancaman terus-menerus karena mereka ingat bahwa Uni Soviet-lah yang memainkan peran penting dalam membongkar sistem kolonial.
Akibatnya, katanya, Barat menggunakan seluruh alat yang dimilikinya untuk melawan Rusia, termasuk sanksi dan sistem sumber daya media yang sangat besar yang membantunya merancang “kampanye kegilaan informasi ” di seluruh dunia.
Moskow telah berulang kali memprotes ekspansi NATO, melihatnya sebagai ancaman keamanan nasional yang besar dan berpendapat bahwa peningkatan pembangunan militer di perbatasannya menyebabkan meningkatnya ketegangan di Eropa.
Presiden Rusia Vladimir Putin menyebut risiko bergabungnya Kyiv dengan NATO sebagai salah satu alasan utama di balik konflik Ukraina.
BERITA TERKAIT: