Laporan yang dikeluarkan Komite yang terdiri dari anggota parlemen dari berbagai partai politik itu menyayangkan tindakan pemerintah, yang menyebabkan skema hibah Covid-19 senilai lebih dari 1 miliar poundsterling (Rp 19 triliun) itu belum pulih hingga kini.
Seperti dikutip
Profesional Security, Senin (11/9), meskipun tiga tahun telah berlalu sejak pemerintah mengalokasikan 22,6 miliar pounds (Rp 434 triliun) untuk skema dukungan bisnis selama pandemi. Namun pada Mei 2023, hanya 20,9 juta pound (Rp 401 miliar), atau dua persen dari jumlah kerugian sekitar 1,1 miliar yang telah berhasil dipulihkan.
Dalam komentarnya, Ketua Komite dari Partai Buruh London, Dame Meg Hillier menyampaikan keprihatinan atas kurang sigapnya pemerintah mengatasi hal tersebut.
"Pemerintah harus segera mengambil pelajaran dari laporan tersebut dan tidak boleh menunggu penyelidikan Covid-19 untuk memperbaiki situasi ini. Di masa depan, perencanaan yang matang dan data lokal yang baik harus diusahakan untuk mendukung kebijakan darurat nasional berikutnya," ujar Hillier.
Lebih lanjut, Hillier mengungkapkan keprihatinan tentang celah besar dalam skema tersebut yang dimanfaatkan oleh para penipu untuk keuntungan finansial pribadi mereka, selama pandemi yang berlangsung selama tiga tahun.
“Kurangnya perencanaan dari Pemerintah telah membawa skema itu terbuka lebar bagi para penipu yang mengambil keuntungan finansial dari skema yang dirancang," tambahnya.
Menurutnya, pemerintah akan segera kehilangan kepercayaan masyarakat, jika para penjahat yang menyalahgunakan skema dukungan negara itu terus diabaikan.
Dalam laporan tersebut, komite juga mencatat bahwa Departemen Bisnis dan Perdagangan (DBT) sejauh ini diketahui tidak memiliki angka pasti untuk membedakan antara kasus penipuan dan kesalahan dalam pelaksanaan skema, yang membuat dana itu belum pulih sepenuhnya.
DBT hanya mengungkapkan bahwa sekitar 8 persen dari total jumlah pembayaran yang diketahui sebagai penipuan berasal dari laporan otoritas lokal, dan 15 persen berdasarkan hasil survei terpisah mengenai penipuan dan kesalahan dari otoritas yang ditugaskan oleh Departemen.
Saat ini, DBT sendiri sedang mempertimbangkan untuk menghubungi 40 persen dari dewan yang belum merespons survei tentang penipuan dan kesalahan.
BERITA TERKAIT: