Awal tahun ini, koalisi sayap kanan pimpinan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengajukan rencana untuk mencabut sebagian besar kekuasaan pengadilan melalui paket UU, namun karena tekanan publik yang besar, mereka hanya meloloskan satu bagian dari rencana tersebut.
Para pendukungnya mengatakan rencana perombakan sistem peradilan ini akan mengembalikan keseimbangan pada cabang-cabang kekuasaan, namun para pengkritiknya mengatakan rencana ini menghilangkan pengawasan penting terhadap kekuasaan pemerintah.
UU terbaru, yang merupakan amandemen terhadap salah satu undang-undang dasar Israel, menghilangkan kewenangan pengadilan untuk membatalkan keputusan atau penunjukan pemerintah atas dasar keputusan yang tidak masuk akal.
“Saya berdemonstrasi untuk demokrasi Israel,” kata pengunjuk rasa Nattie Schwartz-Kershberg di Tel Aviv, seperti dimuat
Reuters.
“Saya ingin memastikan bahwa Israel akan tetap menganut sistem demokrasi dan bukan kediktatoran," tambahnya.
Rencana perombakan tersebut telah memicu protes nasional mingguan, namun demonstrasi terbaru ini memiliki arti penting ketika terjadi di hadapan Mahkamah Agung.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah Israel, Mahkamah Agung mengumpulkan seluruh 15 hakim pada 12 September untuk mendengarkan banding terhadap amandemen tersebut.
BERITA TERKAIT: