Peta tersebut menunjukkan Arunachal Pradesh dan Aksai Chin yang merupakan bagian dari India, serta Taiwan, dan sebagian besar Laut China Selatan sebagai teritori China.
Pada Selasa (29/8), India menyebut klaim teritorial China tidak memiliki dasar dan peta tersebut justru mempersulit penyelesaian sengketa perbatasan dua negara.
Menteri Luar Negeri India S Jaishankar menganggap pernyataan China tidak masuk akal. Ia mengatakan bahwa Beijing mempunyai kebiasaan mengeluarkan peta seperti itu tetapi klaim tersebut tidak mengubah apa pun.
Kemudian pada Kamis (31/8), Filipina meminta China untuk bertindak secara bertanggung jawab dan mematuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional.
“Upaya terbaru untuk melegitimasi kedaulatan dan yurisdiksi China atas wilayah dan zona maritim Filipina tidak memiliki dasar hukum internasional, khususnya Konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982,” kata Kementerian Luar Negeri Filipina.
Malaysia mengatakan bahwa mereka tidak mengakui klaim Beijing di Laut Cina Selatan dan bahwa peta baru tersebut tidak memiliki otoritas yang mengikat.
Menteri Luar Negeri Malaysia Zambry Abdul Kadir mengatakan bahwa mereka akan mengirimkan pesan protes ke China atas peta tersebut.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menegaskan bahwa peta China harus sesuai dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut, 1982, yang menetapkan kerangka hukum untuk semua kegiatan kelautan dan maritim.
“Posisi Indonesia bukanlah posisi baru, melainkan posisi yang selalu disampaikan secara konsisten,” kata Retno.
Vietnam mengatakan peta baru China melanggar hukum Vietnam dan internasional dan menambahkan bahwa klaim teritorial oleh Beijing tidak sah.
“Vietnam dengan tegas menentang semua klaim China di Laut Cina Selatan berdasarkan garis putus-putus,” kata jurubicara Kementerian Luar Negeri Vietnam.
Taiwan juga mengecam keras peta tersebut, dengan mengatakan bahwa peta tersebut sama sekali bukan bagian dari Republik Rakyat China.
“Tidak peduli bagaimana pemerintah China memutarbalikkan posisinya terhadap kedaulatan Taiwan, hal itu tidak dapat mengubah fakta objektif keberadaan negara kami,” kata jurubicara Kementerian Luar Negeri Taiwan, Jeff Liu.
BERITA TERKAIT: