Laporan tersebut disampaikan Kementerian Manajemen Darurat Beijing dalam pengumumannya pada Sabtu (5/8), yang menyoroti dampak dari bencana iklim seperti banjir dan tanah longsor yang terjadi di negara itu.
"Selama periode itu, sebanyak 703.000 orang telah dipindahkan dan direlokasi akibat bencana tersebut. Dampaknya juga menyebabkan 4.300 rumah roboh, 8.400 rumah mengalami kerusakan berat, dan 40.000 rumah rusak ringan," bunyi data dari kementerian.
Selain itu, ribuan hektar lahan pertanian juga dilaporkan telah terdampak, sehingga menyebabkan kerugian ekonomi langsung sebesar 41 miliar yuan (Rp 86 triliun).
Menanggapi situasi itu, Pemerintah Beijing telah mengaktifkan status keadaan darurat Tingkat 4 di banyak provinsi karena hujan lebat dan banjir yang terjadi di beberapa wilayah.
Sebagai bagian dari upaya penanggulangan bencana, gugus tugas telah dikirim untuk memberikan dukungan dan bantuan kepada orang-orang yang terdampak.
Seperti dimuat
TRT World, Kementerian Keuangan dan Kementerian Sumber Daya Air juga telah mengalokasikan dana sekitar 450 juta yuan (Rp 954 miliar) untuk mendukung upaya pencegahan banjir dan perbaikan infrastruktur yang rusak di wilayah Beijing-Tianjin-Hebei.
Badan meteorologi menunjukkan bahwa curah hujan lebih tinggi dari biasanya diperkirakan akan terjadi selama Agustus ini, dan suhu juga diperkirakan akan mencapai atau bahkan melebihi rekor sejarah untuk periode yang sama.
Sejak Topan Doksuri melanda negara tersebut pada akhir Juli lalu, China telah mengalami curah hujan tertinggi dalam 140 tahun.
Selain itu, di China barat laut, diperkirakan akan terjadi gelombang panas selama 10 hari ke depan, dengan suhu mencapai 40 derajat celcius di beberapa daerah, yang memicu kekhawatiran mengenai kesehatan warga yang menghadapi suhu tinggi itu.
BERITA TERKAIT: