Dalam sebuah pernyataan pada Kamis (22/6), Sekretaris Jenderal Amnesty International, Agnes Callamard, menuduh Maroko dan Spanyol sengaja menyembunyikan kebenaran dari kematian migran dan pengungsi asal Afrika Sub-Sahara di wilayah otonominya.
"Satu tahun setelah pembantaian di Melilla, pihak berwenang Spanyol dan Maroko tidak hanya terus menyangkal tanggung jawab, tetapi juga mencegah upaya untuk menemukan kebenaran," kata Callamard, seperti dimuat
Reuters.
Callamard menjelaskan, hingga saat ini pihak berwenang gagal memulangkan jenazah migran atau bahkan memberikan daftar nama dan penyebab kematian korban.
"Mereka bahkan tidak memberikan rekaman CCTV yang dapat menginformasikan kondisi para korban sebelum meninggal dunia," jelasnya.
Pada 24 Juni 2022, sekitar 2.000 migran dan pengungsi Afrika Sub-Sahara berusaha memasuki daerah Melilla yang merupakan sebuah kota otonomi Spanyol yang terletak di pesisir Maroko bagian timur, Afrika Utara.
Menurut Amnesti Internasional, sedikitnya 37 tewas dan sedikitnya 76 masih hilang di Melilla.
Maroko mengatakan 23 orang tewas karena terhimpit dan jatuh dari pagar. Sementara Spanyol mengklaim tidak ada kematian yang terjadi di tanahnya.
Jaksa Agung Spanyol yang menyelidiki insiden Melilla menolak menuntut petugas mereka yang katanya tidak mengetahui tentang kecelakaan fatal itu.
Anggota parlemen Spanyol juga menolak seruan untuk penyelidikan.
BERITA TERKAIT: