Hal tersebut disampaikan seorang pemimpin senior Taliban, Anas Haqqani, dan Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Abdul Qahar Balkhi, pada Jumat (28/4), saat menanggapi resolusi DK PBB yang menyebut larangan bekerja terhadap perempuan merusak hak asasi manusia dan prinsip dasar kemanusiaan.
Menurut Anas Haqqani, tekanan yang dilakukan DK PBB dengan mengeluarkan resolusi tidak akan berpengaruh apa pun kepada negaranya.
“Posisi apa pun yang diadopsi, yang tidak didasarkan pada pemahaman mendalam, tidak akan memberikan hasil yang diinginkan dan akan selalu tidak efektif,†katanya di Twitter.
Sebaliknya, pemimpin senior Taliban itu memperingatkan bahwa DK PBB seharusnya menghapus sanksi diplomatik dan mengembalikan aset milik negaranya, daripada mengeluarkan kebijakan tekanan yang gagal itu.
Sementara Balkhi mengatakan, Taliban sesungguhnya menyambut baik resolusi DK PBB yang juga mengakui bahwa Afghanistan menghadapi tantangan multifaset, seperti konflik puluhan tahun oleh negara asing, pemulihan pasca-konflik, penghapusan sanksi diplomatik, dan membutuhkan bantuan kemanusiaan. Akan tetapi, mengenai masalah larangan perempuan bekerja, ia menekankan bahwa hal tersebut merupakan masalah internal negaranya.
“Kami menekankan bahwa sejalan dengan Hukum Internasional dan komitmen kuat yang dibuat untuk menghormati pilihan berdaulat Afghanistan, ini adalah masalah sosial internal Afghanistan yang tidak berdampak pada negara luar,†katanya.
Menurutnya, negaranya akan memastikan semua hak perempuan didapatkan di Afghanistan, namun ia menekankan bahwa keragaman di negaranya harus dihormati dan tidak dipolitisasi oleh DK PBB.
DK PBB sendiri dengan suara bulat dari 15 negara, yang disponsori bersama oleh lebih dari 90 negara mengutuk larangan perempuan bekerja di PBB Afghanistan yang diberlakukan Taliban, dengan mendesak agar pemimpin negara itu segera membatalkan kebijakannya.
BERITA TERKAIT: